BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tindakan
terorisme bukanlah suatu tindakan kepahlawanan yang dilakukan untuk memberantas
suatu ketidakadilan di dunia ini, terorisme bukanlah suatu jalan untuk
memusnahkan suatu kelompok manusia lain demi tercapainya suatu keadilan yang
absolut, aksi terorisme hanya menciptakan suatu ketakutan di dalam masyarakat
dunia. Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan
membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan
perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan seperti waktu
pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak serta
seringkali merupakan warga sipil.
Istilah
teroris oleh para ahli kontraterorisme dikatakan merujuk kepada para pelaku yang
tidak tergabung dalam angkatan bersenjata yang dikenal atau tidak menuruti
peraturan angkatan bersenjata tersebut. Aksi terorisme juga mengandung makna
bahwa serang-serangan teroris yang dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tidak
memiliki justifikasi, dan oleh karena itu para pelakunya ("teroris")
layak mendapatkan pembalasan yang kejam.
Aksi
terorisme modern Internasional yang pertama terjadi pada tanggal 22 Juli 1968,
yaitu ketika tiga orang dari kelompok Popular
Front for the Liberation of Palestine (PFLP) membajak sebuah penerbangan
komersil Israel El Al yang sedang terbang dari Roma, Italia ke Tel Aviv,
Israel. Aksi ini menjadi sorotan dunia internasional karena secara jelas
menggambarkan sebuah kegiatan yang mempunyai tujuan-tujuan politis dan menggunakan
kekerasan dalam mewujudkan tujuan tersebut.
Selang 53
tahun kemudian, tepatnya tanggal 11 September 2001, Dunia Internasional kembali
dikejutkan dengan sebuah aksi terorisme yang fenomenal. Tiga pesawat
penerbangan komersil Amerika Serikat dibajak, dua diantaranya ditabrakan ke
menara kembar Twin Towers World Trade
Center (WTC) dan gedung Pentagon.
Dikenal dengan sebutan Tragedy 911, kejadian ini menjadi titik tolak persepsi
dunia Internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat untuk memerangi terorisme.
Kerugian yang
disebabkan oleh terorisme adalah sangat signifikan baik secara finansial maupun
nyawa. Dari sisi inilah kemudian dunia Internasional mempunyai kepentingan
bersama atau common interests untuk
mengatasi permasalahan dari terorisme.
Keinginan
bersama ini dituangkan dalam berbagai peraturan
Internasional, mulai dari Convention
for the Suppression of Unlawful Seizure of Aircraft, atau lebih dikenal
dengan Hague Convention tahun 1970
sampai ke Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 1368
tanggal 12 September 2001 yangl berkaitan dengan tragedi 911. Peran hukum
internasional, terlepas dari faktor kepatuhan dan pelaksanaannya, menjadi
sangat penting mengingat urgensi dari permasalahan terorisme ini.
Secara
historis, terorisme mempunyai sejarah yang sangat panjang sampai ke masa Yunani Kuno ketika Xenophon menulis tentang efektifitas perang psikologi terhadap
populasi musuh. Setiap aksi terorisme mempunyai tujuan dan motivasi
berbeda-beda, mulai dari tujuan umum sampai tujuan khusus yang berbeda menurut
keadaannya. Hoffman dalam bukunya
menerangkan bahwa :
“The goals and motivations of terrorists…, vary
widely, from such grand schemes as the total remaking of society along
doctrinaire ideological lines of the fulfilment of some divinely inspired
millenarian imperative to comparatively more distinct aims such as the
re-establishment of a national homeland or the unification of a divided
nation.”
“Tujuan dan motivasi teroris ..., sangat
bervariasi, dari skema besar seperti membentuk kembali total masyarakat di
sepanjang garis ideologi doktriner dari pemenuhan beberapa keharusan seribu tahunan
ilahi terinspirasi untuk tujuan yang relatif lebih jelas seperti pembentukan
kembali dari tanah air nasional atau penyatuan bangsa dibagi”
Sedikit sulit
untuk menentukan secara sosiologis apakah terorisme itu merupakan suatu hal
yang negatif atau positif. Pada waktu Revolusi Perancis tahun 1789-1793,
terorisme dikenal sebagai suatu konotasi yang positif. Terorisme dikenal
sebagai sistem atau regime de la terreur yang pada waktu itu berarti mekanisme
untuk menumpas musuh rakyat,
“Hence, unlike terrorism as it is commonly
understood today, to mean a revolutionary or anti-government activity
undertaken by non-state or subnational entities, the regime de la terreur was
an instrument of governance wielded by the recently established revolutionary
state. It was designed to consolidate the new government’s power by
intimidating counter-revolutionaries, subversives and all other dissidents whom
the new regime regarded as ‘enemies of the people”
“Oleh karena itu, tidak seperti terorisme
seperti yang umum dipahami saat ini, berarti aktivitas revolusioner atau
anti-pemerintah yang dilakukan oleh entitas non-negara atau subnasional, rezim
de la Terreur adalah instrumen pemerintahan memegang oleh negara revolusioner
baru dibentuk. Hal ini dirancang untuk mengkonsolidasi kekuasaan pemerintahan
baru dengan mengintimidasi kontra-revolusioner, subversif dan semua pembangkang
lain yang rezim baru dianggap sebagai 'musuh rakyat”
Hal ini
berbeda dengan pengertian umum tentang terorisme sekarang ini, yaitu antara
lain adalah sebuah kebijakan untuk menyerang orang-orang yang melawan kebijakan
tersebut, penggunaan metode intimidasi, meneror ataupun kondisi yang terteror.
Dari penjelasan diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa telah terjadi
sebuah perubahan makna yang cukup fundamental dengan istilah terorisme secara
umum.
Terlebih lagi
jika terorisme dikaitkan dengan agama sebagai dasar untuk melakukan aksi
terorisme tersebut. Ketika kekecewaan secara internasional untuk sebuah
perlakuan adil tereskalasi sehingga pada satu titik puncak dimana hal tersebut
menjadi alasan pembenaran untuk meminta keadilan versi dirinya sendiri. Segala
tindakan yang bersifat ketidakadilan digunakan untuk meminta keadilan yang
tidak terpuaskan. Dari sinilah timbul aksi-aksi yang mempunyai potensi
destruktif yang lebih dikenal dengan istilah terorisme.
Aksi-aksi
yang timbul ini pula yang telah mendorong masyarakat Internasional untuk meningkatkan
kewaspadaannya terhadap terorisme dalam segala bentuk dan manifestasinya,
karena aksi terorisme dapat terjadi kapan saja dan di mana saja tanpa mengenal
waktu dan tempat. Isu terorisme sekarang ini menjadi isu global yang perlu
dicermati dan disikapi oleh bangsa Indonesia secara tepat, hal ini dikarenakan
kita harus mengambil sikap yang jelas terhadap terorisme Internasional. Teror
sebagai senjata yang efektif bagi si lemah yang merupakan kekuatan yang dapat
digunakan secara tidak terbatas, perbedaan obyektif dari pelaku dan kekuatannya
subyektif yang didapat untuk mencapai tujuan mereka.
Berdasarkan
uraian ditas dan melihat begitu banyak kerugian yang dilakukan teroris, penulis
mengangkat tema Teroris ini sebagai karya tulis dengan tujuan memperkenalkan
lebih dalam apakah teroris itu dan memberitaukan kepada masyarakat luas tentang
presepsi pengertian teroris itu sendiri. Dengan itu penulis mengambil judul “HUBUNGAN
TERORISME DENGAN DUNIA INTERNASIONAL DAN NEGARA INDONESIA SENDIRI”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas, tulisan ini akan lebih
menekankan pada aspek hukum internasional mengenai terorisme. Aspek tersebut
menyangkut baik tentang teori maupun praktek dari hukum internasional yang
berkaitan dengan terorisme. Kemudian setelah itu akan dilihat dari sisi negara
Indonesia dan segala tuduhan akan terorisme dari beberapa negara di dunia.
Perumusan masalah tulisan ini adalah sebagai berikut:
- Bagaimana
terorisme muncul sebagai suatu gerakan yang mempunyai potensi destruktif
yang sangat besar, termasuk mengenai motif dan tujuan dari terorisme ?
- Bagaimana
dunia internasional melalui hukum internasional mengatur mengenai
terorisme dan implikasi hukum apa saja yang timbul akibat pengaturan
internasional tersebut ?
- Bagaimana
sikap dan kebijakan politik luar negeri Indonesia berkaitan dengan
permasalahan terorisme dan segala tuduhan yang menyangkut terorisme di
Indonesia ?
1.3 Tujuan
Sejalan
dengan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan utaam dalam penulisan
ini adalah sebagai berikut:
- Mendeskripsikan
munculnya terorisme sebagai suatu gerakan yang mempunyai potensi
destruktif yang sangat besar, termasuk mengenai motif dan tujuan dari
teroris.
- Mendeskripsikan
tindakan yang dilakukan dunia Internasional melalui hukum Internasional
yang mengatur mengenai terorisme dan implikasi hukum yang timbul akibat
pengaturan Internasional tersebut.
- Mendeskripsikan
sikap dan kebijakan pilitik luar negeri Indonesia berkaiatan dengan
permasalahan terorisme dan segala tuduhan yang menyangkut terorisme di
Indonesia.
1.4 Manfaat
Manfaat
yang diperoleh melalui penulisan ini sebagai berikut:
- Bagi
Masyarakat
·
Tulisan ini dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan untuk melibatkan semua lapisan masyarakat dalam memerangi
teroris untuk menjaga ketertiban bangsa dan dunia Internasional.
- Bagi
Penulis
·
Dengan melakukan penulisan ini, penulis
mendapatkan banyak informasi mengenai terorisme dengan segala macam dampak
kerugian yang mereka sebabkan.
·
Memotivasi penulis untuk ikut serta dalam
memerangi teroris.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pengertian Terorisme
Terorisme Secara Umum
Pada saat ini
tidak ada definisi hukum secara universal mengenai istilah terorisme. Hal ini
menimbulkan banyak perdebatan mengenai pelaksanaan suatu aturan kepada suatu
hal yang belum jelas definisi hukumnya. Pembuktian akan suatu hal akan menjadi
sulit ketika hal tersebut belum mempunyai definisi secara hukum.
Terorisme
dapat dipandang dari berbagai sudut ilmu: Sosiologi, kriminologi, politik,
psikiatri, hubung-an internasional dan hukum, oleh karena itu sulit merumuskan
suatu definisi yang mampu mencakup seluruh aspek dan dimensi berbagai disiplin
ilmu tersebut.
Menurut
Konvensi PBB tahun 1937, Terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang
ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror
terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas.
US Department
of Defense tahun 1990. Terorisme adalah perbuatan melawan hukum atau tindakan
yang mengan-dung ancaman dengan kekerasan atau paksaan terhadap individu atau
hak milik untuk memaksa atau mengintimidasi pemerintah atau masyarakat dengan
tujuan politik, agama atau idiologi.
TNI - AD,
berdasarkan Bujuknik tentang Anti Teror tahun 2000. Terorisme adalah cara berfikir
dan bertindak yang menggunakan teror sebagai tehnik untuk mencapai tujuan.
Kurang lebih
ada lima usulan definisi tentang terorisme, baik dari negara-negara maupun
organisasi internasional seperti PBB. Dari kelima usulan tersebut, usulan yang
mempunyai cakupan lebih luas adalah usulan dari konsensus akademis tahun 1999,
yaitu :
“Terrorism is an anxiety-inspiring method of
repeated violent action, employed by (semi-) clandestine individual, group, or
state actors, for idiosyncratic, criminal or political reasons, whereby—in
contrast to assassination—the direct targets of attacks are not the main
targets. The immediate human victims of violence are generally chosen randomly
(targets of opportunity) or selectively (representative or symbolic targets) from
a target population, and serve as message generators. Threat—and violence—based
communication processes between terrorist (organization), (imperiled) victims,
and main targets are used to manipulate the main target (audience(s)), turning
it into a target of terror, a target of demands, or a target of attention,
depending on whether intimidation, coercion, or propaganda is primarily sought”
“Terorisme adalah metode kecemasan-inspirasi
tindakan kekerasan berulang, dipekerjakan oleh (semi-) individu klandestin,
kelompok, atau aktor negara, untuk alasan istimewa, kriminal atau politis,
dimana-berbeda dengan pembunuhan-target langsung dari serangan yang tidak
sasaran utama. Para korban manusia langsung kekerasan umumnya dipilih secara
acak (target kesempatan) atau selektif (target perwakilan atau simbolik) dari
populasi target, dan berfungsi sebagai generator pesan. Ancaman-dan kekerasan
berbasis komunikasi proses antara teroris (organisasi), (terancam) korban, dan
target utama yang digunakan untuk memanipulasi target utama (audiens (s)),
mengubahnya menjadi target teror, target tuntutan, atau target perhatian,
tergantung pada apakah intimidasi, pemaksaan, atau propaganda terutama dicari”
Sedikitnya
ada tiga elemen yang harus dipenuhi untuk dapat memenuhi unsur definisi diatas,
yaitu Motif Politik, Rencana atau Niat, dan Penggunaan Kekerasan.
Jika
dicermati definisi hukum terorisme ini, maka dapat dilihat bahwa definisi ini
hanya melihat dari sisi aksi kekerasan atau violent action dari terorisme. Hal
ini dapat diartikan bahwa jika sebuah tindakan yang tidak memakai aksi
kekerasan tetapi mempunyai efek yang sama, tidak masuk dalam definisi hukum
tersebut diatas. Secara hipotetis, jika seorang ahli komputer menyerang atau
melakukan hacking, terhadap sebuah alat transportasi massal, yaitu kereta api
yang memakai sistem komputer. Tindakannya berakibat bertabrakannya dua buah
kereta api tersebut sehingga menimbulkan korban jiwa, maka dapat disimpulkan
bahwa tindakan ahlikomputer tersebut tidak masuk dalam kategori aksi terorisme
karena dia tidak melakukan tindakan kekerasan yang diharuskan dalam definisi
hukum diatas.
Dalam
kerangka hukum internasional, sebuah perjanjian Internasional sebagai salah
satu sumber hukum internasional, hanya dapat berlaku untuk suatu negara jika
negara itu tunduk pada perjanjian tersebut atau consent to be bound. Jika
dikaitkan dengan permasalahan definisi hukum terorisme, maka secara teoritis
dapat dengan mudah diambil suatu ketundukan pada suatu definisi hukum akan
terorisme. Akan tetapi secara praktis, sangatlah sulit untuk melihat ketundukan
suatu negara terhadap sebuah perjanjian internasional, mengingat posisi setiap
negara yang mempunyai kedaulatan yang sama dalam hukum internasional dan setiap
negara harus menghormati kedaulatan negara lain.
Dalam praktik
setidaknya ada tiga pihak yang selalu berkaitan dengan terorisme, yaitu grup
teroris itu sendiri, negara yang mendukung teroris, dan negara yang memerangi
teroris. Baik negara yang mendukung maupun memerangi terorisme dapat dikatakan
sebagai sesuatu yang pasti ada dalam terorisme. Peran kedua negara ini
sangatlah berbeda, yaitu bahwa negara yang mendukung terorisme akan memberikan
safe heaven, atau kemudahan baik dalam bentuk dukungan maupun materil,
sementara negara yang memerangi adalah negara yang menolak dengan segala cara
baik dengan menangkap ataupun menghukum terorisme.
Perbedaan
ideologi ditambah dengan kepentingan politik membuat kesenjangan yang sudah ada
menjadi lebih runcing dan memicu adanya gerakan terorisme. Pada akhirnya, mungkin
gerakan terorisme menjadi sebuah gerakan semu yang sudah terpengaruh dengan
ideologi negara yang mendukung gerakan tersebut.
2.2 Sejarah Terorisme
Sejarah
tentang terorisme berkembang sejak berabad lampau. Hal ini ditandai dengan
bentuk kejahatan murni berupa pembunuhan dan ancaman yang bertujuan untuk
mencapai tujuan tertentu. Perkembangannya bermula dan bentuk fanatisme aliran
kepercayaan yang kemudian berubah menjadi pembunuhan, baik yang dilakukan
secara perorangan maupun oleh suatu kelompok terhadap penguasa yang dianggap
sebagai tiran. Pembunuhan terhadap individu ini sudah dapat dikatakan sebagai
bentuk murni dari terorisme dengan mengacu pada sejarah terorisme modern.
Terorisme
muncul pada akhir abad 19 dan menjelang terjadinya Perang Dunia-I dan terjadi
hampir di seluruh permukaan bumi. Sejarah mencatat pada tahun 1890-an aksi
terorisme Armenia melawan pemerintah Turki, yang berakhir dengan bencana
pembunuhan masal terhadap warga Armenia pada PD-I. Pada dekade PD-I, aksi
terorisme diidentikkan sebagai bagian dari gerakan sayap kiri yang berbasiskan
idiologi.
Pasca Perang
Dunia II, dunia tidak pernah mengenal "damai". Berbagai pergolakan
berkembang dan berlangsung secara berkelanjutan. Konfrontasi negara adikuasa
yang meluas menjadi konflik Timur - Barat dan menyeret beberapa negara Dunia
Ketiga ke dalamnya menyebabkan timbulnya konflik Utara - Selatan. Perjuangan
melawan penjajah, pergolakan rasial, konflik regional yang menarik campur
tangan pihak ketiga, pergolakan dalam negeri di sekian banyak negara Dunia
Ketiga, membuat dunia labil dan bergejolak. Ketidakstabilan dunia dan rasa
frustasi dari banyak Negara Berkembang dalam perjuangan menuntut hak-hak yang
dianggap fundamental dan sah, membuka peluang muncul dan meluasnya terorisme.
Fenomena terorisme itu sendiri merupakan gejala yang relatif baru, yaitu
sesudah Perang Dunia II dan meningkat sejak permulaan dasa warsa 70-an.
Terorisme dan teror telah berkembang dalam sengketa idiologi, fanatisme agama,
perjuangan kemerdekaan, pemberontakan, ge-rilya, bahkan juga oleh pemerintah
sebagai cara dan sarana menegakkan kekuasaannya.
2.3 Ciri-Ciri dan Karakteristik Terorisme
Berdasarkan
matrik perbandingan karakteristik kelompok pengguna tindak kekerasan guna
mencapai tujuannya, dapat disimpulkan ciri - ciri terorisme adalah sebagai
berikut:
·
Organsisasi yang baik, berdisiplin tinggi,
militan.Organsisasinya merupakan kelompok - kelompok kecil, disiplin dan
militansi ditanarnkan melalui indoktrinasi dan latihan yang bertahun - tahun.
·
Mempunyai tujuan politik, tetapi melakukan
perbuatan kriminal untuk mencapai tujuan.
·
Tidak mengindahkan norma - norma yang berlaku,
seperti agama, hukum dan lain-lain.
Memilih
sasaran yang me-nimbulkan efek psykologis yang tinggi untuk menimbulkan rasa
takut dan mendapatkan publikasi yang luas.
Karakteristik Terorisme
Dapat
ditinjau dari 4 macam pengelompokan yaitu :
·
Karakteristik Organisasi yang meliputi :
organisasi, rekrutmen, pendanaan dan hu- bungan intemasional.
·
Karakteristik Operasi yang meliputi :
perencanaan, waktu, taktik dan kolusi.
·
Karakteristik Perilaku yang meliputi : motivasi,
dedikasi , disiplin , keinginan membunuh dan keinginan menyerah hidup - hidup.
·
Karakteristik Sumber daya yang meliputi :
latihan / kemampuan, pengalaman per-orangan di bidang teknologi, persenjataan,
perlengkapan dan transportasi.
2.4Taktik
Teroris
1)
Bom
Taktik yang
sering digunakan oleh kelompok teroris adalah pengeboman. Dalam dekade terakhir
ini tercatat 67 % dari aksi teror yang dilaksanakan berhubungan dengan bom.
2) Pembajakan
Pembajakan sangat
populer dilancarkan oleh kelompok teroris selama periode 1960-1970. Pembajakan
terhadap kendaraan yang membawa bahan makanan adalah taktik yang digunakan oleh
kelompok Tupamaros di Uruguay untuk mendapatkan kesan Robinhood dan
menghancurkan propaganda dari pemerintah. Tetapi jenis pembajakan yang lebih
populer saat ini adalah pembajakan pesawat terbang komersil.
3) Pembunuhan
Pembunuhan
adalah bentuk aksi teroris yang tertua dan masih digunakan hingga saat ini.
Sasaran dari pembunuhan ini seringkali telah diramalkan, teroris akan mengklaim
bertanggung jawab atas pembunuhan yang dilaksanakan. Sasaran dari pembunuhan
ini biasanya adalah pejabat pemerintah, pengusaha, politisi dan aparat
keamanan. Dalam 10 tahun terakhir tercatat 246 kasus pembunuhan oleh teroris di
seluruh dunia.
4) Penghadangan
Penghadangan
yang telah dipersiapkan jarang sekali gagal. Hal ini juga berlaku bagi operasi
yang dilaksanakan oleh kelompok teroris. Aksi ini biasanya direncanakan secara
seksama, dilaksanakan latihan pendahuluan dan gladi serta dilaksanakan secara
tepat. Dalam bentuk operasi ini waktu dan medan berpihak kepada kelompok
teroris.
5) Penculikan
Tidak semua
peng-hadangan ditujukan untuk membunuh. Dalam kasus kelompok gerilya Abu Sayaf
di Filipina, penghadangan lebih ditujukan untuk menculik personil. Penculikan
biasanya akan diikuti oleh tuntutan tebusan berupa uang, atau tuntutan politik
lainnya.
6) Penyanderaan
Perbedaan antara penculikan dan
penyanderaan dalam dunia terorisme sangat tipis. Kedua bentuk operasi ini
seringkali memiliki pengertian yang sama. Penculik biasanya menahan korbannya
di tempat yang tersembunyi dan tuntut-annya adalah berupa materi dan uang,
sedangkan penyanderaan berhadapan langsung dengan aparat dengan menahan sandera
di tempat umum. Tuntutan pe-nyanderaan biasanya lebih dari sekedar materi.
Biasanya tuntutan politik lebih sering dilemparkan teroris pada kasus
pe-nyanderaan ini.
7) Perampokan
Operasi yang
di-laksanakan oleh kelompok teroris adalah sangat mahal. Untuk mendanai
kegiatan mereka teroris merampok bank atau mobil lapis baja yang membawa uang
dalam jumlah besar. Perampokan bank juga dapat digunakan sebagai ujian bagi
program latihan personil baru.
8) Ancaman
/ Intimidasi
Merupakan
suatu usaha, pekerjaan, kegiatan dan tindakan untuk menakut-nakuti atau
mengancam dengan menggunakan kekerasan terhadap seseorang atau kelompok, di
daerah yang dianggap lawan, sehingga sasaran terpaksa menuruti kehendak
pengancam untuk tujuan dan maksud tertentu
2.5 Daftar Terorisme di Indonesia
Berikut adalah beberapa kejadian terorisme yang telah
terjadi di Indonesia dan instansi Indonesia di luar
negeri:
1981
- Garuda Indonesia Penerbangan 206, 28 Maret 1981. Sebuah penerbangan maskapai Garuda
Indonesia
dari Palembang ke Medan pada Penerbangan dengan
pesawat DC-9 Woyla berangkat dari Jakarta pada pukul 8 pagi, transit di
Palembang, dan akan terbang ke Medan dengan perkiraan sampai pada pukul
10.55. Dalam penerbangan, pesawat tersebut dibajak oleh 5 orang teroris yang
menyamar sebagai penumpang. Mereka bersenjata senapan mesin dan granat, dan mengaku sebagai anggota Komando Jihad; 1 kru pesawat tewas; 1
tentara komando tewas; 3 teroris tewas.
1985
- Bom Candi Borobudur 1985, 21 Januari 1985. Peristiwa terorisme ini
adalah peristiwa terorisme bermotif "jihad" kedua yang menimpa
Indonesia.
2000
- Bom Kedubes Filipina, 1 Agustus 2000. Bom meledak dari sebuah mobil
yang diparkir di depan rumah Duta Besar Filipina, Menteng, Jakarta Pusat. 2
orang tewas dan 21 orang lainnya luka-luka, termasuk Duta Besar Filipina
Leonides T Caday.
- Bom Kedubes Malaysia, 27 Agustus 2000. Granat meledak di
kompleks Kedutaan Besar Malaysia di Kuningan, Jakarta. Tidak
ada korban jiwa.
- Bom Bursa Efek
Jakarta,
13 September 2000. Ledakan mengguncang
lantai parkir P2 Gedung Bursa Efek
Jakarta.
10 orang tewas, 90 orang lainnya luka-luka. 104 mobil rusak berat, 57
rusak ringan.
- Bom malam Natal, 24 Desember 2000. Serangkaian ledakan bom
pada malam Natal di beberapa kota di Indonesia,
merenggut nyawa 16 jiwa dan melukai 96 lainnya serta mengakibatkan 37
mobil rusak.
2001
- Bom Gereja Santa Anna dan HKBP, 22 Juli 2001. di Kawasan Kalimalang,
Jakarta Timur, 5 orang tewas.
- Bom Plaza
Atrium Senen Jakarta, 23 September 2001. Bom meledak di kawasan
Plaza Atrium, Senen, Jakarta. 6 orang cedera.
- Bom restoran KFC, Makassar, 12 Oktober 2001. Ledakan bom
mengakibatkan kaca, langit-langit, dan neon sign KFC pecah. Tidak
ada korban jiwa. Sebuah bom lainnya yang dipasang di kantor MLC Life
cabang Makassar tidak meledak.
- Bom sekolah Australia, Jakarta, 6 November 2001. Bom rakitan meledak di
halaman Australian International School (AIS), Pejaten, Jakarta.
2002
- Bom Tahun Baru, 1 Januari 2002. Granat manggis meledak di
depan rumah makan ayam Bulungan, Jakarta. Satu orang tewas dan seorang
lainnya luka-luka. Di Palu, Sulawesi Tengah, terjadi empat ledakan bom di
berbagai gereja. Tidak ada korban jiwa.
- Bom Bali, 12 Oktober 2002. Tiga ledakan mengguncang
Bali. 202 korban yang mayoritas
warga negara Australia tewas dan 300 orang lainnya
luka-luka. Saat bersamaan, di Manado, Sulawesi Utara, bom rakitan juga meledak di
kantor Konjen Filipina, tidak ada korban jiwa.
- Bom restoran McDonald's, Makassar, 5 Desember 2002. Bom rakitan yang
dibungkus wadah pelat baja meledak di restoran McDonald's Makassar. 3
orang tewas dan 11 luka-luka.
2003
- Bom Kompleks Mabes Polri,
Jakarta,
3 Februari 2003, Bom rakitan meledak di lobi
Wisma Bhayangkari, Mabes Polri Jakarta. Tidak ada korban jiwa.
- Bom Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, 27 April 2003. Bom meledak dii area
publik di terminal 2F, bandar udara internasional Soekarno-Hatta,
Cengkareng, Jakarta. 2 orang luka berat dan 8 lainnya luka sedang dan
ringan.
- Bom JW Marriott, 5 Agustus 2003. Bom menghancurkan
sebagian Hotel JW
Marriott.
Sebanyak 11 orang meninggal, dan 152 orang lainnya mengalami luka-luka.
2004
- Bom Palopo, 10 Januari 2004. Menewaskan empat orang. (BBC)
- Bom Kedubes Australia, 9 September 2004. Ledakan besar terjadi di
depan Kedutaan Besar Australia. 5 orang tewas dan ratusan
lainnya luka-luka. Ledakan juga mengakibatkan kerusakan beberapa gedung di
sekitarnya seperti Menara Plaza 89, Menara Grasia, dan Gedung BNI. (Lihat
pula: Bom Kedubes Indonesia, Paris 2004)
- Ledakan
bom di Gereja Immanuel, Palu, Sulawesi Tengah pada 12 Desember 2004.
2005
- Dua
Bom meledak di Ambon pada 21 Maret 2005
- Bom Tentena, 28 Mei 2005. 22 orang tewas.
- Bom Pamulang, Tangerang, 8 Juni 2005. Bom meledak di halaman
rumah Ahli Dewan Pemutus Kebijakan Majelis Mujahidin Indonesia Abu Jibril
alias M Iqbal di Pamulang Barat. Tidak ada korban jiwa.
- Bom Bali, 1 Oktober 2005. Bom kembali meledak di
Bali. Sekurang-kurangnya 22 orang tewas dan 102 lainnya luka-luka akibat
ledakan yang terjadi di R.AJA's Bar dan Restaurant, Kuta Square, daerah
Pantai Kuta dan di Nyoman Café Jimbaran.
- Bom Pasar Palu, 31 Desember 2005. Bom meledak di sebuah
pasar di Palu, Sulawesi Tengah yang menewaskan 8 orang dan
melukai sedikitnya 45 orang.
2009
- Bom Jakarta, 17 Juli 2009. Dua ledakan dahsyat terjadi
di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, Jakarta. Ledakan terjadi
hampir bersamaan, sekitar pukul 07.50 WIB.
2010
- Penembakan warga sipil di Aceh Januari 2010
- Perampokan bank CIMB Niaga September 2010
2011
- Bom
Cirebon, 15 April 2011. Ledakan bom bunuh diri di Masjid Mapolresta Cirebn
saat Salat Jumat yang menewaskan pelaku dan melukai 25 orang lainnya.
- Bom Gading Serpong, 22 April 2011.
Rencana bom yang menargetkan Gereja Christ Cathedral Serpong, Tangerang Selatan, Banten dan diletakkan di jalur pipa gas,
namun berhasil digagalkan pihak Kepolisian
RI
- Bom Solo, 25
September 2011.
Ledakan bom bunuh diri di GBIS
Kepunton, Solo, Jawa
Tengah usai
kebaktian dan jemaat keluar dari gereja. Satu orang pelaku bom bunuh diri
tewas dan 28 lainnya terluka.
2012
·
Bom Solo, 19 Agustus 2012. Granat meledak di
Pospam Gladak, Solo, Jawa Tengah.
Ledakan ini mengakibatkan kerusakan kursi di Pospam Gladak. Tidak ada korban
jiwa.
BAB III
METODE
PENELITIAN
3.1 Metode Pengumpulan Data
Metode Pustaka
Metode
Pustaka yang dimaksud adalah dengan mengumpulkan sumber-sumber tertulis, yaitu
buku-buku, surat kabar, dan internet yang berhubungan dengan aksi-aksi teroris
di Indonesia dan dunia Internasional.
3.2 Jenis Sumber Data
Penulis
mengumpulkan dan menggunakan data tertulis yang didapati dari sumber-sumber artikel,
buku dan internet.
3.3 Teknik Analisis Data
Metode
yang digunakan dalam analisis data adalah metode deskriptif-komperatif. Metode
deskriptif-komperatif merupakan gabungan metode deskriptif dan metode
komperatif. Metode deskriptif adalah suatu metode analisis data yang dilakukan
dengan cara merangkai dan menguraikan secara sistematis data-data yang
diperoleh sehingga dapat menarik kesimpulan secara umum. Metode komperatif
yaitu metode yang digunakan dalam pemecahan masalah dengan cara membandingkan beberapa
fakta-fakta sehingga dapat menarik kesimpulan khusus.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hukum Internasional yang Mengatur Tentang
Terorisme dan Implikasinya
Konvensi Internasional
PBB sebagai
salah satu organisasi internasional di dunia telah menjadi pusat pengkajian
akan perjanjian-perjanjian internasional yang berkenaan dengan terorisme. Ada
12 perjanjian internasional yang berkaitan dengan terorisme, walaupun sangat
terbatas, yaitu :
1) Convention
on Offences and Certain Other Acts Committed On Board Aircraft (“Tokyo
Convention,” 1963).
2) Convention
for the Suppression of Unlawful Seizure of Aircraft (“Hague Convention,” 1970)
3) Convention
for the Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of Civil Aviation
(“Montreal Convention,” 1971)
4) Convention
on the Prevention and Punishment of Crimes Against Internationally Protected
Persons (1973)
5) International
Convention Against the Taking of Hostages (“Hostages Convention,” 1979)
6) Convention
on the Physical Protection of Nuclear Material (“Nuclear Materials Convention,”
1980)
7) Protocol
for the Suppression of Unlawful Acts of Violence at Airports Serving
International Civil Aviation, supplementary to the Convention for the
Suppression of Unlawful Acts against the Safety of Civil Aviation, (1988)
8) Convention
for the Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of Maritime Navigation
(1988)
9) Protocol
for the Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of Fixed Platforms
Located on the Continental Shelf (1988)
10) Convention
on the Marking of Plastic Explosives for the Purpose of Detection (1991)
11) International
Convention for the Suppression of Terrorist Bombing (1997 UN General Assembly
Resolution)
12) International
Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism (1999)
Cyber-terorisme.
Selain kurang
efektifnya pengaturan internasional karena didasarkan pada pelaksanaannya yang
masih sangat memprihatinkan, dunia internasional nampaknya harus bekerja keras
untuk memprediksi jenis aksi-aksi terorisme di masa depan. Aksi terorisme di
masa depan dapat dipastikan lebih destruktif dengan cara yang lebih modern,
yaitu tehnologi komputer.
Untuk saat
ini belum ada konvensi internasional yang mengatur mengenai terorisme dengan
alat tehnologi komputer, atau lebih dikenal dengan cyber-terorisme.
Ketergantungan dunia yang global akan komputer membuat rentan sistem akses pada
teknologi internet.
“The vulnerabilities created by access to
information, and to information architecture, outstrip by far, those of any
analogous reference point in the history of civilization. Every hacker,
criminal and government with the equipment, minimal expertise, and raw
determination to intrude has the capability of bringing harm to both
individuals and structures”
“Kelemahan yang dibuat oleh akses terhadap
informasi, dan arsitektur informasi, melampaui jauh, orang-orang dari setiap
titik acuan analog dalam sejarah peradaban. Setiap hacker, kriminal dan
pemerintah dengan peralatan, keahlian minim, dan tekad baku mengganggu memiliki
kemampuan membawa kerugian bagi individu dan struktur”
Potensi
destruktif akan sangat besar, mengingat era informasi dimana hampir seluruh
dunia sudah terkoneksi dengan tehnologi internet. Segala ketentuan
internasional yang ada akan menjadi rancu jika terorisme dilancarkan dengan
teknologi komputer.
Ketentuan
internasional yang mengatur permasalahan non-armed attack, yaitu penyerangan
tanpa kekerasan sangatlah terbatas, salah satu dari sedikit ketentuan yang
dapat mengatur tehnologi komputer ini adalah dengan resolusi Majelis Umum PBB
no. 3314, pun kekuatan ketentuan ini masih sangat dapat diperdebatkan,
“…the use of armed force by a state against
the sovereignty, territorial integrity or political independence of another
state, or in any manner inconsistent with the Charter…”
"... Penggunaan kekuatan bersenjata
oleh negara terhadap kedaulatan, integritas teritorial atau kemerdekaan politik
negara lain, atau dengan cara yang tidak sesuai dengan Piagam ..."
4.2 Motif dan Tujuan Terorisme
Motif
Terorisme
Teroris
terin-spirasi oleh motif yang berbeda. Motif terorisme dapat diklasifikasikan
menjadi tiga kategori : rasional, psikologi dan budaya yang kemudian dapat
dijabarkan lebih luas menjadi :
·
Membebaskan Tanah Air
Pejuang -
pejuang Palestina pada 15 Nopember 1988 memproklamasikan kemerdekaan-nya di
Aljazair. Dalam mencapai tujuan tersebut pada akhirnya PLO terbagi atas dua
front yaitu front Intifada dan gerakan radikal garis keras ( HAMAS ). Bagi
negara Israel , PLO bagaimanapun bentuknya digolongkan ke dalam kelompok
teroris.
·
Memisahkan diri dari pemerintah
yang sah ( separatis )
IRA ( Irish
Republica Army ) dengan segala bentuk kegiatannya dicap sebagai teroris oleh
pemerintah Inggris.
·
Sebagai protes sistem sosial
yang berlaku
Brigade Merah
Italia, yang bertujuan untuk membebaskan Italia dari kaum kapitalis
multinasionalis, oleh pemerintah Italia dimasukkan ke dalam kelompok teroris.
·
Menyingkirkan musuh-musuh politik
Banyak
digunakan Kadafi untuk menyingkirkan lawan-lawan politiknya dengan cara
mengirirnkan Dead Squad untuk membunuh . Yang paling menonjol usaha membunuh bekas
PM Libya A. Hamid Bakhoush di Mesir yang menggunakan pembunuh-pembunuh
bayarandari Eropa.
Tujuan Terorisme
Tujuan dari
teroris dapat dibedakan menjadi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.
Tujuan jangka pendek.
·
Memperoleh pengakuan dari lokal, nasional maupun
dunia internasional atas perjuangan-nya.
·
Memicu reaksi pemerintah, over reaksi dan
tindakan represif yang dapat mengakibatkan keresahan di masyarakat.
·
Mengganggu, melemahkan dan mempermalukan
pemerintah, militer atau aparat keamanan lainnya.
·
Menunjukkan ketidak-mampu-an pemerintah dalam
melin-dungi dan mengamankan warganya.
·
Memperoleh uang ataupun perlengkapan.
·
Mengganggu atau menghancurkan sarana komunikasi
maupun transportasi.
·
Mencegah ataupun menghambat keputusan dari badan
eksekutif atau legislatif.
·
Menimbulkan mogok kerja
·
Mencegah mengalirnya investasi dari pihak asing
atau program bantuan dari luar negeri.
·
Mempengaruhi jalannya pemi-lihan umum
·
Membebaskan tawanan yang menjadi kelompok mereka
·
Memuaskan atau membalaskan dendam.
Beberapa
kelompok teroris menggunakan aksi-aksi teror yang bertujuan jangka pendek
tersebut untuk melemahkan pihak pemerintah untuk mencapai tujuan jangka panjang
mereka.
Tujuan Jangka Panjang
·
Menimbulkan perubahan dramatis dalam
pemerintahan seperti revolusi, perang sa- udara atau perang antar negara.
·
Menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi
pihak teroris selama perang gerilya.
·
Mempengaruhi kebijaksanaan pembuat keputusan
baik dalam lingkup lokal, nasional atau internasional.
·
Memperoleh pengakuan politis sebagai badan hukum
untuk mewakili suatu suku bangsa atau kelompok nasional.
4.3 Kewajiban Negara Atas Terorisme
Berkaitan
dengan kewajiban setiap negara untuk memerangi terorisme, Dewan Keamanan PBB
mengeluarkan beberapa resolusi yang secara teori wajib untuk diikuti sebagai
anggota dari PBB seperti yang tercantum dalam pasal 25 dari Piagam PBB yaitu
“The members of the United Nations agree to accept and carry out the decisions
of the Security Council in accordance with the Present Charter”. Salah satu
resolusi DK PBB adalah resolusi nomor 1368 tanggal 12 September 2001 yang
berisikan :
“Calls those state to work together urgently
to bring justice the perpetrators, organizers and sponsors of these terrorist
attacks and streesses that those responsible for aiding, supporting or
harbouring the perpetrators, organizers and sponsors of these acts will be held
accountable”
Dari sini
dapat dilihat bahwa setiap negara mempunyai jurisdiksi universal berkenaan
dengan terorisme. Secara teoritis setiap negara anggota PBB mempunyai kewajiban
untuk memerangi terorisme dengan segala cara atau by any means. Akan tetapi,
dalam praktik Cina yang menjadi salah satu anggota permanen dari Dewan Keamanan
PBB, secara jelas menolak untuk memerangi terorisme dengan membuat proses
koalisi dengan negara-negara seperti Libya, Jerman dan Iran.
4.4 Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia
Kebijakan
luar negeri Indonesia adalah Politik Bebas dan Aktif. Bebas disini berarti
Indonesia tidak berpihak pada kekuatan dunia, sementara Aktif berarti Indonesia
tidak pasif dalam permasalahan internasional, akan tetapi ikut terlibat dan
berpartisipasi dalam mencari solusi untuk permasalahan yang ada . Berkaitan
dengan isu terorisme, Indonesia dengan jelas memperlihatkan sikap memerangi terorisme,
sesuai dengan kewajibannya sebagai anggota PBB.
Akan
tetapi sampai saat ini Indonesia belum meratifikasi konvensi internasional yang
berkaitan dengan permasalahan terorisme. Hal ini, secara hukum internasional,
membuat Indonesia tidak tunduk pada ketentuan-ketentuan internasional mengenai
permasalahan terorisme
4.5 Tuduhan Terorisme di Indonesia
Berkenaan
dengan banyaknya tuduhan terorisme terhadap Indonesia karena dianggap sebagai
safe heaven bagi para teroris, memang agak pelik untuk dilihat. Secara praktik
sebagian besar aksi terorisme mempunyai hubungan terhadap agama Islam dimana
mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim.
Secara
historis hubungan antara terorisme dengan agama sangatlah erat, mulai dari
Teroris Yahudi pada masa sebelum kemerdekaan Israel, Gerakan Muslim di Algeria
sampai dengan kelompok katholik IRA, bahkan tragedi 911 sendiri mempunyai
hubungan erat dengan gerakan Al-Qaeda yang beragamakan Islam. Bahkan Hoffman
mengatakan bahwa terorisme yang didasari agama cenderung lebih berbahaya dari
terorisme yang berdasarkan politis,
“The emergence of
obscure, idiosyncratic millenarian movements, zealously nationalist religious
group, and militantly anti-government, far-right paramilitiary organizations
arguably represents a different and potentially far more lethal threat than
traditional terrorist advesaries; certainly a farmore amorphous and diffuse
one”
"Munculnya jelas,
gerakan seributahunan istimewa, kelompok agama rajin nasionalis, dan militan
anti-pemerintah, organisasi-organisasi sayap kanan paramilitiary dibilang
merupakan ancaman yang berbeda dan berpotensi jauh lebih berbahaya daripada
teroris advesaries tradisional, tentu satu farmore amorf dan menyebar"
Akan
tetapi gerakan-gerakan itu hendaknya jangan dijadikan generalisasi untuk isi
dari suatu agama yang ada di dunia, karena permasalahan gerakan terorisme yang
berdasarkan pada agama hanya dapat diselesaikan dengan cara berkomunikasi,
bukan dengan kekerasan.
Dari
sisi hukum, Indonesia berbeda dengan negara seperti Singapura dan Malaysia yang
mempunyai Internal Security Act. Indonesia adalah negara yang menganut sistem
praduga tidak bersalah dimana jika tidak ada bukti yang substantif, maka
seseorang tidak dapat dihukum.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Sebagai
kesimpulan dari penulisan karya ilmiah ini, adalah bahwa penomena terorisme
telah menjadi isu global yang mempunyai efek cukup signifikan terhadap semua
negara di dunia. Jika tidak diselesaikan secara menyeluruh dalam artian
melibatkan semua pihak maka permasalahan ini tidak akan bisa selesai.
Terorisme
juga berkembang seiring dengan perkembangan peradaban manusia dan teknologi.
Teroris akan selalu memanfaatkan perkembangan tekno-logi terakhir sebagai
sarana untuk mencapai tujuan.
Aksi teror
masih akan digunakan oleh golongan radikal sebagai sarana untuk mencapai tujuan
baik yang datangnya dari golongan frustasi luar negeri maupun dalam negeri.
Operasi
penanggulangan teror membutuhkan koordinasi yang baik antar instansi yang
terkait untuk dapat melaksanakan operasi secara terpadu.
5.2 Saran
Berdasarkan
hasil pembahasan dan simpulan yang diperoleh maka saran yang dapt diberika
adalah perlu sosialisasi tentang masalah terorisme kepada masyarakat, sehingga
terdapat pemahaman yang sama tentang terorisme. Dan perlu pembentukan suatu
lembaga yang menangani terorisme secara nasional yang bersifat tetap (tidak
temporer).
DAFTAR PUSTAKA
www.tediaurig.wordpress.com
www.fadelsblog.blogspot.com
Kolonel Inf Loudewijk F Paulus, Kopassus
PENDAFTARAN BELA NEGARA
BalasHapusKHILAFAH ISLAM AD DAULATUL ISLAMIYAH MELAYU
Untuk Wali Wali Allah dimana saja kalian berada
Sekarang keluarlah, Hunuslah Pedang dan Asahlah Tajam-Tajam
Api Jihad Fisabilillah Akhir Zaman telah kami kobarkan
Panji-Panji Perang Nabimu sudah kami kibarkan
Arasy KeagunganMu sudah bergetar Hebat Ya Allah,
Wahai Allah yang Maha Pengasih Maha Penyayang
hamba memohon kepadaMu keluarkan para Muqarrabin bersama kami
Allahumma a’izzal islam wal muslim wa adzillas syirka wal musyrikin wa dammir a’da aka a’da addin wa iradaka suui ‘alaihim yaa Robbal ‘alamin.
Wahai ALLAH muliakanlah islam dan Kaum Muslimin, hinakan dan rendahkanlah kesyirikan dan pelaku kemusyrikan dan hancurkanlah musuh-mu dan musuh agama-mu dengan keburukan wahai RABB
semesta alam.
Allahumma ‘adzdzibil kafarotalladzina yashudduna ‘ansabilika, wa yukadzdzibuna min rusulika wa yuqotiluna min awliyaika.
Wahai ALLAH berilah adzab…. wahai ALLAH berilah adzab…. wahai ALLAH berilah adzab…. orang-oramg kafir yang telah menghalang-halangi kami dari jalan-Mu, yang telah mendustakan-Mu dan telah membunuh Para Wali-Mu, Para Kekasih-Mu
Allahumma farriq jam’ahum wa syattit syamlahum wa zilzal aqdamahum wa bilkhusus min yahuud wa syarikatihim innaka ‘ala kulli syaiin qodir.
Wahai ALLAH pecah belahlah, hancur leburkanlah kelompok mereka, porak porandakanlah mereka dan goncangkanlah kedudukan mereka, goncangkanlah hati hati mereka terlebih khusus dari orang-orang yahudi dan sekutu-sekutu mereka. sesungguhnya ENGKAU Maha Berkuasa.
Allahumma shuril islam wal ikhwana wal mujahidina fii kulli makan yaa rabbal ‘alamin.
Wahai ALLAH tolonglah Islam dan saudara kami dan Para Mujahid dimana saja mereka berada wahai RABB Semesta Alam.
Aamiin Yaa Robbal ‘Alamin
Wahai Wali-wali Allah Kemarilah, Datanglah dan Berkujunglah dan bergabunglah bersama kami kami Ahlul Baitmu
Al Qur`an adalah manhaj (petunjuk jalan) bagi para Da`i yang menempuh jalan dien ini sampai hari kiamat, Kami akan bawa anda untuk mengikuti jejak langkah penghulu para rasul Muhammad SAW dan pemimpin semua umat manusia.
Hai kaumku ikutilah aku, aku akan menunjukan kepadamu jalan yang benar (QS. Al-Mu'min :38)
Wahai para Ikwan Akhir Zaman, Khilafah Islam sedang membutuhkan
para Mujahid Tangguh untuk persiapan tempur menjelang Tegaknya Khilafah yang dijanjikan.
Mari Bertempur dan Berjihad dalam Naungan Pemerintah Khilafah Islam, berpalinglah dari Nasionalisme (kemusyrikan)
Masukan Kode yang sesuai dengan Bakat Karunia Allah yang Antum miliki.
301. Pasukan Bendera Hitam
Batalion Pembunuh Thogut / Tokoh-tokoh Politik Musuh Islam
302. Pasukan Bendera Hitam Batalion Serbu
- ahli segala macam pertempuran
- ahli Membunuh secara cepat
- ahli Bela diri jarak dekat
- Ahli Perang Geriliya Kota dan Pegunungan
303. Pasukan Bendera Hitam Batalion Misi Pasukan Rahasia
- Ahli Pelakukan pengintaian Jarak Dekat / Jauh
- Ahli Pembuat BOM / Racun
- Ahli Sandera
- Ahli Sabotase
304. Pasukan Bendera Hitam
Batalion Elit Garda Tentara Khilafah Islam
305. Pasukan Bendera Hitam Batalion Pasukan Rahasia Cyber Death
- ahli linux kernel, bahasa C, Javascript
- Ahli Gelombang Mikro / Spektrum
- Ahli enkripsi cryptographi
- Ahli Satelit / Nuklir
- Ahli Pembuat infra merah / Radar
- Ahli Membuat Virus Death
- Ahli infiltrasi Sistem Pakar
Semua Negara adalah Negara Dajjal, sebab itu
Bunuhlah Tentara , Polisi dan semua pendukung negara dajjal dimana saja berada
Disebarluaskan
MARKAS BESAR ANGKATAN PERANG
PASUKAN KOMANDO BENDERA HITAM
KHILAFAH ISLAM AD DAULATUL ISLAMIYAH MELAYU
Syuaib Bin Shaleh
singahitam@hmamail.com