KASUS MINAMATA
I.
Latar
Belakang
Penyakit
minamata mendapat namanya dari kota Minamata, Prefektur Kumamoto di Jepang,
yang merupakan daerah penyakit ini mewabah mulai tahun 1958. Pada waktu itu
terjadi masalah wabah penyakit di kota Mintamana Jepang. Ratusan orang mati
akitbat penyakit yang aneh dengan gejala kelumpuhan syaraf. Mengetahui hal
tersebut, para ahli kesehatan menemukan masalah yang harus segera diamati dan
dicari penyebabnya. Melalui pengamatan yang mendalam tentang gejala penyakit
dan kebiasaan orang jepang, termasuk pola makan kemudian diambil suatu
hipotesis. Hipotesisnya adalah bahwa penyakit tersebut mirip orang yang
keracunan logam berat. Kemudian dari kebudayaan setempat diketahui bahwa orang
Jepang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi ikan laut dalam jumlah banyak. Dari
hipotesis dan kebiasaan pola makan tesebut kemudian dilakukan eksperimen untuk
mengetahui apakah ikan-ikan di Teluk Minamata banyak mengandung logam berat (merkuri).
Kemudian di susun teori bahwa penyakit tesebut diakibatkan oleh keracunan logam
merkuri yang terkandung pada ikan. Ikan tesebut mengandung merkuri akibat
adanya orang atau pabrik yang membuang merkuri ke laut. Penelitian berlanjut
dan akihirnya ditemukan bahwa sumber merkuri berasal dar pabrik batu baterai
Chisso. Akhirnya pabrik tersebut ditutup dan harus membayar kerugian kepada
penduduk Minamata kurang lebih dari 26,6 juta dolar. Penyakit minamata atau
Sindrom minamata adalah sindrom kelainan fungsi saraf yang disebabkan oleh
keracunan akut air raksa. Gejala-gejala sindrom ini seperti kesemutan pada kaki
dan tangan, lemas-lemas, penyempitan sudut pandang dan degradasi kemampuan
berbicara dan pendengaran. Pada tingkatan akut, gejala ini biasanya memburuk
disertai dengan kelumpuhan, kegilaan, jatuh koma dan akhirnya mati.
Merkuri atau Raksa atau Air raksa (Latin:
Hydrargyrum, air/cairan perak) adalah unsur kimia pada tabel periodik dengan
simbol Hg dan nomor atom 80. Unsur golongan logam transisi ini berwarna
keperakan dan merupakan satu dari lima unsur (bersama cesium, fransium, galium,
dan brom) yang berbentuk cair dalam suhu kamar. Raksa banyak digunakan sebagai
bahan amalgam gigi, termometer, barometer, dan peralatan ilmiah lain, walaupun
penggunaannya untuk bahan pengisi termometer telah digantikan (oleh termometer
alkohol, digital, atau termistor) dengan alasan kesehatan dan keamanan karena
sifat toksik yang dimilikinya. Unsur ini diperoleh terutama melalui proses
reduksi dari cinnabar mineral. Densitasnya yang tinggi menyebabkan benda-benda
seperti bola biliar menjadi terapung jika diletakkan di dalam cairan raksa
hanya dengan 20% volumenya terendam. Minamata adalah sebuah desa kecil yang
menghadap ke laut Shiranui, bagian selatan Jepang sebagian besar penduduknya
hidup sebagai nelayan, dan merupakan pengkonsumsi ikan cukup tinggi, yaitu
286-410gram/hari. Tahun 1908 berdiri PT Chisso dengan Motto “dahulukan
Keuntungan” perkembangannya pada tahun 1932. Industri ini berkembang dan
memproduksi berbagai jenis produk dari pewarna kuku sampai peledak. Dengan
dukungan militer industri ini merajai industri kimia dan dengan leluasa
membuang limbahnya ke teluk Minamata diperkirakan 200-600 ton Hg dibuang selama
tahun 1932-1968. Selain merkuri limbah PT Chisso juga berupa mangan, thalium
dan selenium. Bencana mulai nampak pada tahun 1949 ketika hasil tangkapan mulai
menurun drastis ditandai dengan punahnya jenis karang yang menjadi habitat ikan
yang menjadi andalan nelayan Minamata.
Pada tahun 1953 beberapa ekor kucing yang memakan ikan dari teluk Minamata mengalami kejang, menari-nari, dan mengeluarkan air liur beberapa saat kemudian kucing ini mati. Tahun 1956 adanya laporan kasus gadis berusia 5 tahun yang menderita gejala kerusakan otak, gangguan bicara, dan hilangnya keseimbangan sehingga tidak dapat berjalan. Menyusul kemudian adalah adik dan empat orang tetangganya. Penyakit ini kemudian oleh Dr. Hosokawa disebut sebagai Minamata Desease. Pada tahun 1958 terdapat bukti bahwa penyakit minamata disebabkan oleh keracunan Methyl-Hg, hal ini ditunjukkan dengan kucing yang mengalami kejang dan disusul kematian setelah diberi makan Methyl-Hg. Pada tahun 1960 bukti menyebutkan bahwa PT Chisso memiliki andil besar dalam tragedi Minamata, karena ditemukan Methyl-Hg dari ekstrak kerang dari teluk Minamata. Sedimen habitat kerang tersebut mengandung 10-100 ppm Methyl-Hg, sedangkan di dasar kanal pembuangan pabrik Chisso mencapai 2000 ppm. pada tahun 1968 pemerintah secara resmi mengakui bahwa pencemaran dari pabrik Chisso sebagai sumber penyakit minamata. Penyakit ini ternyata juga ditemukan pada janin bayi. Penyakit ini ternyata menurun secara genetis sehingga keturunnya dipastikan akan menidap penyakit minamata, sehingga orang-orang disana tidak mau mengakui bahwa mereka berasal dari Minamata karena takut tidak ada orang yang mau menjadi jodohnya.
Pada tahun 1953 beberapa ekor kucing yang memakan ikan dari teluk Minamata mengalami kejang, menari-nari, dan mengeluarkan air liur beberapa saat kemudian kucing ini mati. Tahun 1956 adanya laporan kasus gadis berusia 5 tahun yang menderita gejala kerusakan otak, gangguan bicara, dan hilangnya keseimbangan sehingga tidak dapat berjalan. Menyusul kemudian adalah adik dan empat orang tetangganya. Penyakit ini kemudian oleh Dr. Hosokawa disebut sebagai Minamata Desease. Pada tahun 1958 terdapat bukti bahwa penyakit minamata disebabkan oleh keracunan Methyl-Hg, hal ini ditunjukkan dengan kucing yang mengalami kejang dan disusul kematian setelah diberi makan Methyl-Hg. Pada tahun 1960 bukti menyebutkan bahwa PT Chisso memiliki andil besar dalam tragedi Minamata, karena ditemukan Methyl-Hg dari ekstrak kerang dari teluk Minamata. Sedimen habitat kerang tersebut mengandung 10-100 ppm Methyl-Hg, sedangkan di dasar kanal pembuangan pabrik Chisso mencapai 2000 ppm. pada tahun 1968 pemerintah secara resmi mengakui bahwa pencemaran dari pabrik Chisso sebagai sumber penyakit minamata. Penyakit ini ternyata juga ditemukan pada janin bayi. Penyakit ini ternyata menurun secara genetis sehingga keturunnya dipastikan akan menidap penyakit minamata, sehingga orang-orang disana tidak mau mengakui bahwa mereka berasal dari Minamata karena takut tidak ada orang yang mau menjadi jodohnya.
II. Penyebab
Tahun
1959 merupakan tahun yang penting, baik bagi para penderita penyakit Minamata
maupun terhadap riwayat penelitian dari penyakit tersebut. Merkuri, yang telah
dicurigai sebagai penyebab sejak sekitar September 1958, mengundang lebih
banyak perhatian lagi. Tanggal 19 Februari 1959, Tim Survei Penyakit
Minamata/Keracunan Makanan dari Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan
mengumumkan pentingnya penelitian terhadap distribusi merkuri pada Teluk
Minamata. Tim ini dibentuk pada Januari 1959 sebagai tim penelitian di bawah
Kementerian Kesehatan Masyarakat, semua anggotanya berasal dari Kelompok
Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Kumamoto. Sebagai hasil survey
tersebut, terungkap sebuah fakta yang mengejutkan. Disebutkan, kadar merkuri
yang sangat tinggi dideteksi pada tubuh ikan, kerang-kerangan, dan lumpur dari
Teluk Minamata yang dikumpulkan pada saat terjadinya penjangkitan Penyakit
Minamata. Secara geografi, merkuri ditemukan dalam konsentrasi tertingginya di
sekitar mulut kanal pembuangan pabrik Chisso dan kadarnya menurun pada jarak
yang jarak semakin jauh ke laut lepas. Data tersebut dengan jelas menunjukkan
bahwa merkuri berasal dari kanal pembuangan pabrik dalam lumpur (masyarakat
menyebutnya dobe) sekitar mulut saluran pembuangan di Hyakken, dua kilogram
merkuri per ton, seakan tempat tersebut merupakan tambang merkuri. Wajar jika
kemudian kelompok penelitian yang melakukan studi di tempat tersebut dibuat
terkejut. Kelak, sebuah cabang baru perusahaan Chisso ”Minamata
Chemicals”dibuat khusus untuk mengklaim merkuri yang terdapat di dalam Teluk
Minamata, maka Pantai Minamata memang telah menjadi sebuah tambang
merkuri.Konsentrasi merkuri yang tinggi tidak hanya ditemukan di Teluk
Minamata. Kadar yang tinggi juga ditemukan pada rambut warga yang tinggal di
sepanjang Laut Shiranui, khususnya di distrik Minamata. Setelah dibandingkan
dengan penduduk di kota Kumamoto. Level tertinggi dari merkuri yang dideteksi
pada rambut penderita penyakit Minamata adalah 705 ppm, jumlah tertinggi dari
warga Minamata yang sehat adalah 191 ppm, dan mereka yang tinggal di luar areal
Minamata adalah sekitar 4,42 ppm. Kadar merkuri yang besar juga dideteksi pada
air seni penderita Penyakit Minamata, berkisar antar 30-120 gamma per hari.
Konsentrasi merkuri yang tinggi ditemukan pada ikan dan kerang-kerangan yang
berasal dari Teluk Minamata, dan menyebabkan Penyakit Minamata pada tikus dan
kucing percobaan. Mereka memiliki kandungan merkuri antara 20-40 ppm, yang
memperkuat dugaan bahwa merkuri telah menyebar luas pada area Laut Shiranui.
Standar nasional merkuri yang diperbolehkan di lingkungan saat ini adalah 1,0
ppm.
Tingkat merkuri yang tinggi juga ditemukan pada organ-organ mayat penderita penyakit Minamata dan dalam organ kucing, baik yang secara alami, maupun yang mengalaminya karena dalam percobaan diberi makan ikan dan kerang-kerangan dari Teluk Minamata. Ditemukannya kadar merkuri yang tinggi pada rambut penduduk di distrik ini menunjukkan mereka-orang dewasa, bayi, anak-anak dan ibu mereka-semua terkontaminasi merkuri berat, dengan atau tanpa adanya gejala dengan mereka. Jika masalah ini ditanggapi dengan baik, mungkin dapat meramalkan datangnya perjangkitan Penyakit Minamata yang laten. Sebelum kasus-kasus pasien dengan omset yang lambat dan gejala-gejala laten menjadi masalah serius seperti sekarang ini. Meski demikian, dalam kenyataannya, kandungan merkuri pada rambut tidak dianggap sebagai faktor menentukan dalam menegakkan diagnosa Penyakit Minamata, dan meletakkan garis batas bahwa kandungan merkuri pada rambut penduduk adalah tinggi, baik pasien ataupun bukan. Jadi, di sini juga terjadi suatu kesalahan dalam memanfaatkan data yang ada. Meski harus diakui, Kelompok Penelitian telah mengumpulkan data-data yang berguna menyangkut Penyakit Minamata dan merkuri. Pada 22 Juli 1959, Kelompok Penelitian Penyakit Minamata mengambil kesimpulan di akhir penemuan: ”Penyakit Minamata merupakan suatu penyakit neurologis yang disebabkan oleh konsumsi ikan dan kerang-kerangan lokal, dan merkuri telah menarik perhatian besar sebagai racun yang telah mencemari ikan dan kerang-kerangan.” Teori Merkuri Organik.
Tanggal 12 November 1959, anggota Komite Dewan Investigasi Makanan dan Sanitasi Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan memaparkan laporan berikut ini kepada menteri berdasarkan laporan oleh Tim Survei Keracunan Makanan/Penyakit Minamata. Penyakit Minamata adalah suatu penyakit keracunan yang utamanya mempengaruhi sistim saraf pusat akibat mengkonsumsi ikan dan kerang-kerangan dari Teluk Minamata dan sekitarnya dalam jumlah besar, dimana agen penyebab utamanya adalah semacam campuran merkuri organik. Jadi, dalam hal ini merkuri organik secara resmi diumumkan sebagai substansi penyebab Penyakit Minamata. Walau begitu, tanggal 13 November, di hari berikutnya, Tim Survei Penyakit Minamata/Keracunan Makanan dari Dewan Investigasi Makanan dan Sanitasi dibubarkan secara resmi oleh Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan. Sementara itu, Dr. Leonard T. Kurland (NIH USA) mengunjungi Minamata pada September 1958 dan memeriksa beberapa pasien. Ia mengambil beberapa contoh makanan dari laut, air laut dan lumpur untuk dibawa ke Amerika dan dianalisa. Ia menulis sebuah artikel pada sebuah surat kabarAsahi Shinbun dan Mainiji Shinbun tanggal 8 Desember 1959, yang memperkuat kesimpulan yang dibuat oleh Universitas Kumamoto bahwa substansi penyebab dari Penyakit Minamata adalah merkuri organik. Sebelum ditemukan bahwa merkuri merupakan penyebab dari penyakit minamata, banyak teori yang muncul dari berbagai peneliti mengenai penyebab dari penyakit minamata ini. Adapun teori-teori tersebut antara lain:
Tingkat merkuri yang tinggi juga ditemukan pada organ-organ mayat penderita penyakit Minamata dan dalam organ kucing, baik yang secara alami, maupun yang mengalaminya karena dalam percobaan diberi makan ikan dan kerang-kerangan dari Teluk Minamata. Ditemukannya kadar merkuri yang tinggi pada rambut penduduk di distrik ini menunjukkan mereka-orang dewasa, bayi, anak-anak dan ibu mereka-semua terkontaminasi merkuri berat, dengan atau tanpa adanya gejala dengan mereka. Jika masalah ini ditanggapi dengan baik, mungkin dapat meramalkan datangnya perjangkitan Penyakit Minamata yang laten. Sebelum kasus-kasus pasien dengan omset yang lambat dan gejala-gejala laten menjadi masalah serius seperti sekarang ini. Meski demikian, dalam kenyataannya, kandungan merkuri pada rambut tidak dianggap sebagai faktor menentukan dalam menegakkan diagnosa Penyakit Minamata, dan meletakkan garis batas bahwa kandungan merkuri pada rambut penduduk adalah tinggi, baik pasien ataupun bukan. Jadi, di sini juga terjadi suatu kesalahan dalam memanfaatkan data yang ada. Meski harus diakui, Kelompok Penelitian telah mengumpulkan data-data yang berguna menyangkut Penyakit Minamata dan merkuri. Pada 22 Juli 1959, Kelompok Penelitian Penyakit Minamata mengambil kesimpulan di akhir penemuan: ”Penyakit Minamata merupakan suatu penyakit neurologis yang disebabkan oleh konsumsi ikan dan kerang-kerangan lokal, dan merkuri telah menarik perhatian besar sebagai racun yang telah mencemari ikan dan kerang-kerangan.” Teori Merkuri Organik.
Tanggal 12 November 1959, anggota Komite Dewan Investigasi Makanan dan Sanitasi Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan memaparkan laporan berikut ini kepada menteri berdasarkan laporan oleh Tim Survei Keracunan Makanan/Penyakit Minamata. Penyakit Minamata adalah suatu penyakit keracunan yang utamanya mempengaruhi sistim saraf pusat akibat mengkonsumsi ikan dan kerang-kerangan dari Teluk Minamata dan sekitarnya dalam jumlah besar, dimana agen penyebab utamanya adalah semacam campuran merkuri organik. Jadi, dalam hal ini merkuri organik secara resmi diumumkan sebagai substansi penyebab Penyakit Minamata. Walau begitu, tanggal 13 November, di hari berikutnya, Tim Survei Penyakit Minamata/Keracunan Makanan dari Dewan Investigasi Makanan dan Sanitasi dibubarkan secara resmi oleh Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan. Sementara itu, Dr. Leonard T. Kurland (NIH USA) mengunjungi Minamata pada September 1958 dan memeriksa beberapa pasien. Ia mengambil beberapa contoh makanan dari laut, air laut dan lumpur untuk dibawa ke Amerika dan dianalisa. Ia menulis sebuah artikel pada sebuah surat kabarAsahi Shinbun dan Mainiji Shinbun tanggal 8 Desember 1959, yang memperkuat kesimpulan yang dibuat oleh Universitas Kumamoto bahwa substansi penyebab dari Penyakit Minamata adalah merkuri organik. Sebelum ditemukan bahwa merkuri merupakan penyebab dari penyakit minamata, banyak teori yang muncul dari berbagai peneliti mengenai penyebab dari penyakit minamata ini. Adapun teori-teori tersebut antara lain:
• Teori Mangan
September
1956, beredar sebuah isu di Minamata bahwa kemungkinan mangan merupakan
penyebab utamanya. Sumber dari berita ini adalah Kelompok Peneliti Kumamoto.
Mangan wajar dicurigai sebagai substansi penyebab, karena kelainan pada sistem
ekstrapiramidal ditetapkan sebagai salah satu gejala klinis yang khas, ditambah
lagi bila ada alterasi pada gangguan basalis. Mangan juga merupakan suatu
kemungkinan yang logis karena kandungannya ditemukan pada air laut, air limbah,
ikan, kerang, dan juga dalam organ-organ dalam penderita dalam jumlah besar.
Secara resmi, mangan diumumkan sebagai penyebab yang dicurigai pada tanggal 4
November 1956, pada konferensi pertama yang diadakan Kelompok Peneliti Penyakit
Minamata untuk melaporkan temuan mereka.
• Teori Thallium
Pada
Mei 1958, diperkenalkan sebuah teori baru, yang mengajukan thallium sebagai penyebab.
Hal ini terjadi karena thallium ditemukan dalam jumlah besar (300 ppm) pada
limbah dan pembuangan pabrik di Teluk Minamata. Thallium yang secara
eksperimental sangat beracun, ditemukan terkandung dalam debu yang dihasilkan
oleh Cottreli precipitator yang digunakan dalam produksi asam sulfur di
pabrik.Namun setelah diadakan penelitian lebih lanjut ternyata gejala penyakit
akibat thallium, cukup berbeda dengan penyakit Minamata. Sehingga teori
thallium tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
• Teori Selenium
Bulan
April 1957, teori selenium sebagai penyebab utama diperkenalkan oleh Profesor
Kitamura, mengingat sejumlah besar selenium ditemukan pada cairan limbah yang
dibuang oleh pabrik di teluk minamata. Secara klinis, gangguan penglihatan dan
ginjal akibat keracunan selenium terlihat lebih signifikan jika dibandingkan
dengan penyakit Minamata. Namun, pada keracunan selenium, lesi pada sel korteks
otak jarang ditemukan dan perwujudan klinisnya terbatas pada bergugurannya
rambut dan memberatnya gejala-gejala umum. Dengan demikian, teori selenium
akhirnya ditolak. Kecurigaan Pada Merkuri
III. Kerugian
Hingga
30 April 1997, jumlah penduduk Propinsi Kumamoto dan Kagoshima yang menyatakan
diri sebagai korban Minamata disease berjumlah lebih dari 17.000 orang.
Sebanyak 2264 diantaranya telah diakui oleh Pemerintah dan 1408 diantaranya
telah meninggal sebelum 31 Oktober 2000. Penyakit Minamata terjadi akibat
banyak mengkonsumsi ikan dan kerang dari Teluk Minamata yang tercemar metil
merkuri. Penyakit Minamata bukanlah penyakit yang menular atau menurun secara
genetis. Pada tahun 1968 pemerintah Jepang menyatakan bahwa penyakit ini
disebabkan oleh pencemaran pabrik Chisso Co., Ltd. Metil merkuri yang masuk ke
tubuh manusia akan menyerang sistem saraf ppusat. Gejala awal antara lain kaki
dan tangan menjadi gemetar dan lemah, kelelahan, telinga berdengung, kemampuan
penglihatan melemah, kehilangan pendengaran, bicara cadel dan gerakan menjadi
tidak terkendali. Beberapa penderita berat penyakit Minamata menjadi gila,
tidak sadarkan diri dan meninggal setelah sebulan menderita penyakit ini.
Penderita kronis penyakit ini mengalami gejala seperti sakit kepala, sering
kelelahan, kehilangan indra perasa dan penciuman, dan menjadi pelupa. Meskipun
gejala ini tidak terlihat jelas tetapi sangat mengganggu kehidupan sehari-hari.
Selain itu yang lebih parah adalah penderita congenital yaitu bayi yang lahir
cacat karena menyerap metil merkuri dalam rahim ibunya yang banyak mengkonsumsi
ikan yang terkontaminasi metil merkuri. Ibu yang mengandung tidak terserang
penyakit Minamata karena metil merkuri yang masuk ke tubuh ibu akan
terakumulasi dalam plasenta dan diserap oleh janin dalam kandungannya.
Panyakit Minamata tidak dapat diobati, sehingga perawatan bagi penderita hanya untuk mengurangi gejala dan terapi rehabilitasi fisik. Disamping dampak kerusakan fisik, penderita Minamata juga mengalami diskriminasi sosial dari masyarakat seperti dikucilkan, dilarang pergi tempat umum dan sukar mendapatkan pasangan hidup. Hingga April 30 April 1997, jumlah penduduk Propinsi Kumamoto dan Kagoshima yang menyatakan diri sebagai korban Minamata disease berjumlah lebih dari 17.000 orang. Sebanyak 2264 diantaranya telah diakui oleh Pemerintah dan 1408 diantaranya telah meninggal sebelum 31 Oktober 2000. Disamping itu 10.353 yang telah resmi dinyatakan sebagai penderita atau korban Minamata menerima ganti rugi sebagai kompensasi, sehingga jumlah penderita penyakit Minamata akibat keracunan merkuri dilaporkan sekitar 12.617 orang. Akan tetapi jumlah sesungguhnya masih belum diketahui secara pasti karena ada sebagian korban yang telah meninggal dunia sebelum dikeluarkannya pernyataan resmi oleh pemerintah dan terdapat pula sebagian korban yang enggan melapor karena malu. Penyakit ini tidak hanya terjadi di Minamata. Tahun 1965 penyakit Minamata menyerang warga yang tinggal di sepanjang Sungai Agano di Kota Niigata akibat pembuangan limbah merkuri oleh Showa Denko. Penyakit ini dikabarkan juga terjadi di China dan Kanada. Sungai dan danau di Amazon dan Tanzania juga tercemar merkuri dan menimbulkan masalah kesehatan yang mengkhawatirkan.
Panyakit Minamata tidak dapat diobati, sehingga perawatan bagi penderita hanya untuk mengurangi gejala dan terapi rehabilitasi fisik. Disamping dampak kerusakan fisik, penderita Minamata juga mengalami diskriminasi sosial dari masyarakat seperti dikucilkan, dilarang pergi tempat umum dan sukar mendapatkan pasangan hidup. Hingga April 30 April 1997, jumlah penduduk Propinsi Kumamoto dan Kagoshima yang menyatakan diri sebagai korban Minamata disease berjumlah lebih dari 17.000 orang. Sebanyak 2264 diantaranya telah diakui oleh Pemerintah dan 1408 diantaranya telah meninggal sebelum 31 Oktober 2000. Disamping itu 10.353 yang telah resmi dinyatakan sebagai penderita atau korban Minamata menerima ganti rugi sebagai kompensasi, sehingga jumlah penderita penyakit Minamata akibat keracunan merkuri dilaporkan sekitar 12.617 orang. Akan tetapi jumlah sesungguhnya masih belum diketahui secara pasti karena ada sebagian korban yang telah meninggal dunia sebelum dikeluarkannya pernyataan resmi oleh pemerintah dan terdapat pula sebagian korban yang enggan melapor karena malu. Penyakit ini tidak hanya terjadi di Minamata. Tahun 1965 penyakit Minamata menyerang warga yang tinggal di sepanjang Sungai Agano di Kota Niigata akibat pembuangan limbah merkuri oleh Showa Denko. Penyakit ini dikabarkan juga terjadi di China dan Kanada. Sungai dan danau di Amazon dan Tanzania juga tercemar merkuri dan menimbulkan masalah kesehatan yang mengkhawatirkan.
IV. Penyelesaian
Pada
kasus minamata pemerintah jepang mengawasi dengan ketat tentang pembuangan
limbah dari industri yang dapat berdampak mencemari lingkungan dan mahluk hidup
yang ada disekitarnya serta menindak dengan tegas apabila ada industri yang
nakal agar tidak terjadi bencana pada kasus minamata tersebut. Pada
industri-industri yang menggunakan bahan baku air raksa dan merkuri sebisa
mungkin mengganti bahan baku tersebut dengan bahan baku pengganti yang aman
untuk kesehatan dan lingkungan hidup sekitaranya. Pemilihan bahan baku yang
ramah lingkungan sangat diperlukan. Selain itu tata cara pembuangan limbah
berbahaya harus dipatuhi.
KASUS
PENCEMARAN AIR SUNGAI TAPUNG KIRI OLEH LIMBAH INDUSTRI KELAPA SAWIT PT. PEPUTRA
MASTERINDO DI KABUPATEN KAMPAR RIAU – SUMATERA TENGAH (TAHUN 1997 – 2006)
I. Latar Belakang
Sungai
adalah salah satu dari sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing
resources), sehingga pemanfaatan air di hulu akan menghilangkan peluang di
hilir. Pencemaran dihulu sungai akan menimbulkan biaya social dihilir
(extematily effect) dan pelestarian di hulu memberikan manfaat di hilir.
Sungai
sangat bermanfaat bagi manusia, dan tidak kalah pentingnya bagi biota air.
Disamping itu Sungai Tapun Kiri merupakan suatu media yang rentan terhadap
pencemaran. Hal ini disebabkan karena daerah aliran Sungai Tapung Kiri
merupakan tempat buangan akhir limbah cair, oleh sebab itu sangat rentan
terhadap pencemaran dan mengakibat kualitas air sungai tidak sesuai dengan
peruntukannya.
Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga
perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta
mahkluk hidup lainnya. Untuk menjaga atau mencapai kualitas air sehingga dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai dengan tingkat mutu air yang
diinginkan, maka perlu upaya pelestarian dan
pengendalian.
Pelestarian kualitas air merupakan upaya untuk memelihara fungsi air agar
kualitasnya tetap pada kondisi alamiah. Pengelolaan kualitas air dilakukan
dengan upaya pengendalian pencemaran air, yaitu dengan upaya memelihara fungsi
air sehingga kualitas air memenuhi baku mutu.
Selama
ini limbah industri kelapa sawit dibuang ke sungai, untuk mengetahui pengaruh
limbah industri kelapa sawit terhadap kualitas suatu air sungai, maka perlu
diketahui parameter-parameter kualitas air yang dipengaruhi oleh limbah
industri kelapa sawit. Untuk itu diperlukan suatu metoda yang dapat dengan mudah
memberikan gambaran atau informasi dari status mutu suatu air sungai.
pencemaran
lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan
atau komponen lain ke dalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam.
Sehingga kualitas lingkungan menjadi kurang atau tidak berfungsi sesuai dengan
peruntukannya. Limbah industri kelapa sawit adalah berupa limbah padat, gas,
dan cair. Diantara jenis limbah tersebut yang sangat menjadi masalah adalah
limbah cair, yang dapat mencemari sungai karena kandungan zat organiknya
tinggi
serta tingkat keasaman rendah, sehingga limbah sebelum dibuang ke badan sungai
harus dilakukan pengolahan terlebih dahulu.
Air
dikatakan tercemar apabila air tersebut tidak dapat digunakan sesuai dengan
peruntukannya. Polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air yang keadaan
normal akibat terkontaminasi oleh material atau partikel, dan bukan dari proses
pemurnian. Air sungai dikatakan tercemar apabila badan air tersebut tidak
sesuai lagi dengan peruntukannya dan tidak dapat lagi mendukung kehidupan
biota
yang ada di dalamnya. Terjadinya suatu pencemaran di sungai umumnyadisebabkan
oleh adanya masukan limbah ke badan sungai.
PT.
Peputra Masterindo salah satu perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan
kelapa sawit, dimana pembuangan akhir dari limbah industry perusahaan tersebut
adalah Sungai Tapung Kiri.
Untuk
mengetahui pengaruh limbah industri kelapa sawit terhadap kualitas air sungai,
maka perlu diketahui dari tiap-tiap parameter yang dipengaruhi oleh limbah industri
kelapa sawit.
Dikabupaten
Kampar Sungai Tapung Kiri yang airnya mengalir sepanjang tahun, sungai ini
dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat petapahan yang berada di pinggiran
sungai. Disamping itu, juga untuk kegiatan perkebunan kelapa sawit baik untuk
proses pengolahan maupun tempat pembuangan limbah. Berdasarkan informasi dari
masyarakat air Sungai Tapung Kiri sebelum ada kegiatan industri kelapa sawit
air mengalir jernih, ikan masih banyak, dan masyarakat memanfaatkan air Sungai
Tapung Kiri untuk air minum. Pada tahun 1997 berdasarkan dari informasi dari
masyarakat mengatakan kondisi air Sungai Tapung Kiri telah terjadi pencemaran,
dan masyarakat disekitar pinggiran sungai tidak lagi mengkonsumsi air Sungai
Tapung Kiri untuk air minum dan juga masyarakat merasa gatal-gatal.
Permasalahan lingkungan ini memerlukan penanganan yang
komprehensif
dan sungguh-sungguh dari segenap stake holder dan segenap lapisan masyarakat
yang didukung oleh political will dari pemerintah. Pencemaran yang terjadi pada
daerah sungai terdapat dari berbagai sumber, salah satu sumber pencemaran
terhadap sungai adalah limbah industry kelapa sawit, untuk itu dilakukuan suatu
analisa dengan menggunakan metode Indeks Pencemaran untuk menentukan tingkat
pencemaran sungai, sehinggga dapat suatu gambaran seberapa jauh pengaruhnya
limbah industri kelapa sawit terhadap sungai. Untuk itu perlu adanya
pengendalian tingkat pencemaran akibat limbah industri kelapa sawit. Penelitian
tentang pencemaran Sungai Tapung Kiri oleh air limbah industri minyak kelapa
sawit di Kabupaten Kampar propinsi Riau, berpedoman dengan dasar hukum
Kep.51/Men.LH/10/1995 lamp B.I. Penelitian ini dilakukan daerah Sungai Tapung
Kiri pada salah satu perusahaan yang masih membuang limbah kebadan sungai yaitu
PT. Peputra Masterindo.
II. Penyebab terjadinya pencemaran limbah industri kelapa sawit
Pencemaran
sungai dapat terjadi karena pengaruh kualitas air limbah yang melebihi baku
mutu air limbah, di samping itu juga ditentukan oleb debit air limbah yang
dihasilkan. Indikator pencemaran sungai selain secara fisik dan kimia juga
dapat secara biologis, seperti kehidupan plankton. Organisme plnakton yang
hidup diperairan terdiri atas fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton
mempunyai bakteri, sedangkan zooplankton mempunyai karakteristik seperti hewan
termasuk diantaranya adalah organisme yang tergolong protozoa, cladocerans, dan
copepoda. Fitoplankton menghasilkan energi melalui proses potosintesis
menggunakan bahan organik dengan bantuan sinar matahari, Zooplankton adalah
konsumen pertama yang memperoleh energi dan makanan dari fitoplankton. Plankton
merupakan salah satu indikator terhadap kualitas air akibat pencemaran.
Masukan
tersebut sering disebut dengan istilah unsur pencemar, yang pada prakteknya
masukan tersebut berupa buangan yang bersifat rutin, misalnya buangan limbah
cair.
Selain itu juga terdapat bahan pencemaran air seperti logam berat. Air sering tercemar oleh berbagai komponen anorganik, diantarnya berbagai jenis logam berat yang berbahaya, yang beberapa di anatarnya banyak digunakan dalam berbagai keperluan sehingga diproduksi secara kontinyu dalam skala industri. Logam berat yang berbahay yang mencemari lingkunga, yang terutama dalah Merkuri (Hg). Timbal (Pb), Arsenik (As), Kadmium (Cd), Kromium (Cr), dan Nikel (Ni). Logam-logam berat diketahui dapat menggumpal di dalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama sebagai racun yang terakumulasi. Dua macam logam berat yang sering mengkontaminasi air adalah Merkuri dan Timbal. Aspek pelaku/penyebab dapat yang disebabkan oleh alam, atau oleh manusia. Pencemaran yang disebabkan oleh alam tidak dapat berimplikasi hukum, tetapi Pemerintah tetap harus menanggulangi pencemaran tersebut. Sedangkan aspek akibat dapat dilihat berdasarkan penurunan kualitas air sampai ke tingkat tertentu. Pengertian tingkat tertentu dalam definisi tersebut adalah tingkat kualitas air yang menjadi batas antara tingkat tak-cemar (tingkat kualitas air belum sampai batas) dan tingkat cemar (kualitas air yang telah sampai ke batas atau melewati batas). Ada standar baku mutu tertentu untuk peruntukan air. Sebagai contoh adalah pada UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 ayat 3 terkandung makna bahwa air minum yang dikonsumsi masyarakat, harus memenuhi persyaratan kualitas maupun kuantitas, yang persyaratan kualitas tettuang dalam Peraturan Mentri Kesehatan No. 146 tahun 1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air.
Selain itu juga terdapat bahan pencemaran air seperti logam berat. Air sering tercemar oleh berbagai komponen anorganik, diantarnya berbagai jenis logam berat yang berbahaya, yang beberapa di anatarnya banyak digunakan dalam berbagai keperluan sehingga diproduksi secara kontinyu dalam skala industri. Logam berat yang berbahay yang mencemari lingkunga, yang terutama dalah Merkuri (Hg). Timbal (Pb), Arsenik (As), Kadmium (Cd), Kromium (Cr), dan Nikel (Ni). Logam-logam berat diketahui dapat menggumpal di dalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama sebagai racun yang terakumulasi. Dua macam logam berat yang sering mengkontaminasi air adalah Merkuri dan Timbal. Aspek pelaku/penyebab dapat yang disebabkan oleh alam, atau oleh manusia. Pencemaran yang disebabkan oleh alam tidak dapat berimplikasi hukum, tetapi Pemerintah tetap harus menanggulangi pencemaran tersebut. Sedangkan aspek akibat dapat dilihat berdasarkan penurunan kualitas air sampai ke tingkat tertentu. Pengertian tingkat tertentu dalam definisi tersebut adalah tingkat kualitas air yang menjadi batas antara tingkat tak-cemar (tingkat kualitas air belum sampai batas) dan tingkat cemar (kualitas air yang telah sampai ke batas atau melewati batas). Ada standar baku mutu tertentu untuk peruntukan air. Sebagai contoh adalah pada UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 ayat 3 terkandung makna bahwa air minum yang dikonsumsi masyarakat, harus memenuhi persyaratan kualitas maupun kuantitas, yang persyaratan kualitas tettuang dalam Peraturan Mentri Kesehatan No. 146 tahun 1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air.
Kerugian
yang di timbulkan
Tercemarnya
badan air penerima yang umumnya sungai karena hamper setiap industri minyak
kalapa sawit berlokasi didekat sungai. Limbah cair industry kelapa sawit bila
dibiarkan tanpa diolah lebih lanjut akan terbentuk amonia, hal ini disebabkan
bahan organik yang terkandung dalam limbah cair tersebut terurai dan membentuk
amonia. Terbentuk amonia ini akan mempengaruhi kehidupan biota
air dan
dapat menimbulkan bau busuk.
III.
Dampak Yang Dapat di Hadirkan
1.Punahnya Spesies
Sebagaimana telah diuraikan, polutan berbahaya bagi biota air dandarat.
Berbagai jenis hewan mengelami keracunan, kemudian mati.Berbagai spesies hewan
memiliki kekebalan yang tidak sama. Ada yangpeka, ada pula yang tahan. Hewan
muda, larva merupakan hewan yangpeka terhadap bahan pencemar. Ada hewan yang
dapat beradaptasisehingga kebal terhadap bahan pencemar., adapula yang tidak.
Meskipunhewan beradaptasi, harus diketahui bahwa tingkat adaptasi hewan
adabatasnya. Bila batas tersebut terlampui, hewan tersebut akan mati.
2.Peledakan Hama
Penggunaan insektisida dapat pula mematikan predator. Karena predator punah,
maka serangga hama yang hidupnya di sungai yang tercemar akan berkembang tanpa kendali.
3.Gangguan Keseimbangan
Lingkungan
Punahnya spasies tertentu dapat mengibah pola interaksi di dalamsuatu
ekosistem. Rantai makanan, jaring-jaring makanan dan lairan
energimenjadiberubah. Akibatnya, keseimbangan lingkngan terganggu. Daurmateri
dan daur biogeokimia menjadi terganggu.
4.Kesuburan Tanah Berkurang
Penggunaan insektisida mematikan fauna tanah. Hal ini dapatmenurunkan kesuburan
tanah. Penggunaan pupuk terus menerus dapatmenyebabkan tanah menjadi asam. Hal
ini juga dapat menurunkankesuburan tanah. Demikian juga dengan terjadinya hujan
asam.
5.Keracunan dan Penyakit
Orang yang mengkonsumsi
sayur, ikan, dan bahan makanantercemar dapat mengalami keracunan. ada yang
meninggal dunia, ada yangmengalami kerusakan hati, ginjal, menderita kanker,
kerusakan susunansaraf, dan bahkan ada yang menyebabkan cacat pada
keturunan-keturunannya.
IV.
Usaha – usaha Pencegahannya
Salah
satu bentuk teknik pengcegahan dan pengeporasian limbah pabrik kelapa sawit
ialah dengan melakukan bio degradasi terhadap komponen organic menjadi senyawa
organik sederhana dalam kondisi anaerob sehingga baku mutu limbah cair dapat
disesuaikan dengan daya dukung lingkungan.
Dengan
demikian aspek pengcegahan secara optimal dapat :
1.
Mengurangi dampak negatif atau tingkat pencemaran yang ditimbulkan
dapat
dikendalikan.
2. Tercapainya
standar/baku mutu limbah cair pabrik kelapa sawit yang dapat
disesuaikan
dengan daya dukung lingkungan, terutama terhadap media air.
Selain
itu usaha pencegahan lainnya, selain upaya pencegahan di atas terkait kasus
Pencemran Limbah Industri Kelapa Sawit Di Kab Kampar Riau – Sumatra Tengah
meliputi :
1.Menempatkan
daerah industri atau pabrik jauh dari daerah perumahanatau pemukiman penduduk.
2.Pembuangan
limbah industri diatur sehingga tidak mencemari lingkunganatau ekosistem.
3.Pengawasan
terhadap penggunaan jenis-jenis pestisida dan zat kimia lainyang dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan khususnya limbah industri.
4.Memperluas
gerakan penghijauan.
5.Tindakan
tegas terhadap pelaku pencemaran lingkungan.
6.Memberikan
kesadaran terhadap masyarakat tentang arti lingkungan hidupsehingga manusia
lebih mencintai lingkungan hidupnya.
V.
Penyelesaiann Kasus
Untuk Masalah Penyelesaian Kasus di maksud, sampai saat ini baik dari Warga
yang menjadi korban Limbah perusahaan terkait maupun dari Pemerintah Daerah
setempat bersama – sama dengan Pihak
Perusahaan tersebut dimana Perusahaan di maksudkan sini adalah PT. PEPUTRA MASTERINDO Tbk, yang sejauh ini
Kasusnya masih dalam Proses penyidikan
dari Pihak berwenang untuk menemukan titik terang dari akar permasalahan sejauh ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar