Jumat, 11 Oktober 2013


KASUS MINAMATA

I.    Latar Belakang
Penyakit minamata mendapat namanya dari kota Minamata, Prefektur Kumamoto di Jepang, yang merupakan daerah penyakit ini mewabah mulai tahun 1958. Pada waktu itu terjadi masalah wabah penyakit di kota Mintamana Jepang. Ratusan orang mati akitbat penyakit yang aneh dengan gejala kelumpuhan syaraf. Mengetahui hal tersebut, para ahli kesehatan menemukan masalah yang harus segera diamati dan dicari penyebabnya. Melalui pengamatan yang mendalam tentang gejala penyakit dan kebiasaan orang jepang, termasuk pola makan kemudian diambil suatu hipotesis. Hipotesisnya adalah bahwa penyakit tersebut mirip orang yang keracunan logam berat. Kemudian dari kebudayaan setempat diketahui bahwa orang Jepang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi ikan laut dalam jumlah banyak. Dari hipotesis dan kebiasaan pola makan tesebut kemudian dilakukan eksperimen untuk mengetahui apakah ikan-ikan di Teluk Minamata banyak mengandung logam berat (merkuri). Kemudian di susun teori bahwa penyakit tesebut diakibatkan oleh keracunan logam merkuri yang terkandung pada ikan. Ikan tesebut mengandung merkuri akibat adanya orang atau pabrik yang membuang merkuri ke laut. Penelitian berlanjut dan akihirnya ditemukan bahwa sumber merkuri berasal dar pabrik batu baterai Chisso. Akhirnya pabrik tersebut ditutup dan harus membayar kerugian kepada penduduk Minamata kurang lebih dari 26,6 juta dolar. Penyakit minamata atau Sindrom minamata adalah sindrom kelainan fungsi saraf yang disebabkan oleh keracunan akut air raksa. Gejala-gejala sindrom ini seperti kesemutan pada kaki dan tangan, lemas-lemas, penyempitan sudut pandang dan degradasi kemampuan berbicara dan pendengaran. Pada tingkatan akut, gejala ini biasanya memburuk disertai dengan kelumpuhan, kegilaan, jatuh koma dan akhirnya mati. 
 Merkuri atau Raksa atau Air raksa (Latin: Hydrargyrum, air/cairan perak) adalah unsur kimia pada tabel periodik dengan simbol Hg dan nomor atom 80. Unsur golongan logam transisi ini berwarna keperakan dan merupakan satu dari lima unsur (bersama cesium, fransium, galium, dan brom) yang berbentuk cair dalam suhu kamar. Raksa banyak digunakan sebagai bahan amalgam gigi, termometer, barometer, dan peralatan ilmiah lain, walaupun penggunaannya untuk bahan pengisi termometer telah digantikan (oleh termometer alkohol, digital, atau termistor) dengan alasan kesehatan dan keamanan karena sifat toksik yang dimilikinya. Unsur ini diperoleh terutama melalui proses reduksi dari cinnabar mineral. Densitasnya yang tinggi menyebabkan benda-benda seperti bola biliar menjadi terapung jika diletakkan di dalam cairan raksa hanya dengan 20% volumenya terendam. Minamata adalah sebuah desa kecil yang menghadap ke laut Shiranui, bagian selatan Jepang sebagian besar penduduknya hidup sebagai nelayan, dan merupakan pengkonsumsi ikan cukup tinggi, yaitu 286-410gram/hari. Tahun 1908 berdiri PT Chisso dengan Motto “dahulukan Keuntungan” perkembangannya pada tahun 1932. Industri ini berkembang dan memproduksi berbagai jenis produk dari pewarna kuku sampai peledak. Dengan dukungan militer industri ini merajai industri kimia dan dengan leluasa membuang limbahnya ke teluk Minamata diperkirakan 200-600 ton Hg dibuang selama tahun 1932-1968. Selain merkuri limbah PT Chisso juga berupa mangan, thalium dan selenium. Bencana mulai nampak pada tahun 1949 ketika hasil tangkapan mulai menurun drastis ditandai dengan punahnya jenis karang yang menjadi habitat ikan yang menjadi andalan nelayan Minamata.
Pada tahun 1953 beberapa ekor kucing yang memakan ikan dari teluk Minamata mengalami kejang, menari-nari, dan mengeluarkan air liur beberapa saat kemudian kucing ini mati. Tahun 1956 adanya laporan kasus gadis berusia 5 tahun yang menderita gejala kerusakan otak, gangguan bicara, dan hilangnya keseimbangan sehingga tidak dapat berjalan. Menyusul kemudian adalah adik dan empat orang tetangganya. Penyakit ini kemudian oleh Dr. Hosokawa disebut sebagai Minamata Desease. Pada tahun 1958 terdapat bukti bahwa penyakit minamata disebabkan oleh keracunan Methyl-Hg, hal ini ditunjukkan dengan kucing yang mengalami kejang dan disusul kematian setelah diberi makan Methyl-Hg. Pada tahun 1960 bukti menyebutkan bahwa PT Chisso memiliki andil besar dalam tragedi Minamata, karena ditemukan Methyl-Hg dari ekstrak kerang dari teluk Minamata. Sedimen habitat kerang tersebut mengandung 10-100 ppm Methyl-Hg, sedangkan di dasar kanal pembuangan pabrik Chisso mencapai 2000 ppm. pada tahun 1968 pemerintah secara resmi mengakui bahwa pencemaran dari pabrik Chisso sebagai sumber penyakit minamata. Penyakit ini ternyata juga ditemukan pada janin bayi. Penyakit ini ternyata menurun secara genetis sehingga keturunnya dipastikan akan menidap penyakit minamata, sehingga orang-orang disana tidak mau mengakui bahwa mereka berasal dari Minamata karena takut tidak ada orang yang mau menjadi jodohnya.


II. Penyebab
Tahun 1959 merupakan tahun yang penting, baik bagi para penderita penyakit Minamata maupun terhadap riwayat penelitian dari penyakit tersebut. Merkuri, yang telah dicurigai sebagai penyebab sejak sekitar September 1958, mengundang lebih banyak perhatian lagi. Tanggal 19 Februari 1959, Tim Survei Penyakit Minamata/Keracunan Makanan dari Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan mengumumkan pentingnya penelitian terhadap distribusi merkuri pada Teluk Minamata. Tim ini dibentuk pada Januari 1959 sebagai tim penelitian di bawah Kementerian Kesehatan Masyarakat, semua anggotanya berasal dari Kelompok Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Kumamoto. Sebagai hasil survey tersebut, terungkap sebuah fakta yang mengejutkan. Disebutkan, kadar merkuri yang sangat tinggi dideteksi pada tubuh ikan, kerang-kerangan, dan lumpur dari Teluk Minamata yang dikumpulkan pada saat terjadinya penjangkitan Penyakit Minamata. Secara geografi, merkuri ditemukan dalam konsentrasi tertingginya di sekitar mulut kanal pembuangan pabrik Chisso dan kadarnya menurun pada jarak yang jarak semakin jauh ke laut lepas. Data tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa merkuri berasal dari kanal pembuangan pabrik dalam lumpur (masyarakat menyebutnya dobe) sekitar mulut saluran pembuangan di Hyakken, dua kilogram merkuri per ton, seakan tempat tersebut merupakan tambang merkuri. Wajar jika kemudian kelompok penelitian yang melakukan studi di tempat tersebut dibuat terkejut. Kelak, sebuah cabang baru perusahaan Chisso ”Minamata Chemicals”dibuat khusus untuk mengklaim merkuri yang terdapat di dalam Teluk Minamata, maka Pantai Minamata memang telah menjadi sebuah tambang merkuri.Konsentrasi merkuri yang tinggi tidak hanya ditemukan di Teluk Minamata. Kadar yang tinggi juga ditemukan pada rambut warga yang tinggal di sepanjang Laut Shiranui, khususnya di distrik Minamata. Setelah dibandingkan dengan penduduk di kota Kumamoto. Level tertinggi dari merkuri yang dideteksi pada rambut penderita penyakit Minamata adalah 705 ppm, jumlah tertinggi dari warga Minamata yang sehat adalah 191 ppm, dan mereka yang tinggal di luar areal Minamata adalah sekitar 4,42 ppm. Kadar merkuri yang besar juga dideteksi pada air seni penderita Penyakit Minamata, berkisar antar 30-120 gamma per hari. Konsentrasi merkuri yang tinggi ditemukan pada ikan dan kerang-kerangan yang berasal dari Teluk Minamata, dan menyebabkan Penyakit Minamata pada tikus dan kucing percobaan. Mereka memiliki kandungan merkuri antara 20-40 ppm, yang memperkuat dugaan bahwa merkuri telah menyebar luas pada area Laut Shiranui. Standar nasional merkuri yang diperbolehkan di lingkungan saat ini adalah 1,0 ppm.
Tingkat merkuri yang tinggi juga ditemukan pada organ-organ mayat penderita penyakit Minamata dan dalam organ kucing, baik yang secara alami, maupun yang mengalaminya karena dalam percobaan diberi makan ikan dan kerang-kerangan dari Teluk Minamata. Ditemukannya kadar merkuri yang tinggi pada rambut penduduk di distrik ini menunjukkan mereka-orang dewasa, bayi, anak-anak dan ibu mereka-semua terkontaminasi merkuri berat, dengan atau tanpa adanya gejala dengan mereka. Jika masalah ini ditanggapi dengan baik, mungkin dapat meramalkan datangnya perjangkitan Penyakit Minamata yang laten. Sebelum kasus-kasus pasien dengan omset yang lambat dan gejala-gejala laten menjadi masalah serius seperti sekarang ini. Meski demikian, dalam kenyataannya, kandungan merkuri pada rambut tidak dianggap sebagai faktor menentukan dalam menegakkan diagnosa Penyakit Minamata, dan meletakkan garis batas bahwa kandungan merkuri pada rambut penduduk adalah tinggi, baik pasien ataupun bukan. Jadi, di sini juga terjadi suatu kesalahan dalam memanfaatkan data yang ada. Meski harus diakui, Kelompok Penelitian telah mengumpulkan data-data yang berguna menyangkut Penyakit Minamata dan merkuri. Pada 22 Juli 1959, Kelompok Penelitian Penyakit Minamata mengambil kesimpulan di akhir penemuan: ”Penyakit Minamata merupakan suatu penyakit neurologis yang disebabkan oleh konsumsi ikan dan kerang-kerangan lokal, dan merkuri telah menarik perhatian besar sebagai racun yang telah mencemari ikan dan kerang-kerangan.” Teori Merkuri Organik.
Tanggal 12 November 1959, anggota Komite Dewan Investigasi Makanan dan Sanitasi Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan memaparkan laporan berikut ini kepada menteri berdasarkan laporan oleh Tim Survei Keracunan Makanan/Penyakit Minamata. Penyakit Minamata adalah suatu penyakit keracunan yang utamanya mempengaruhi sistim saraf pusat akibat mengkonsumsi ikan dan kerang-kerangan dari Teluk Minamata dan sekitarnya dalam jumlah besar, dimana agen penyebab utamanya adalah semacam campuran merkuri organik. Jadi, dalam hal ini merkuri organik secara resmi diumumkan sebagai substansi penyebab Penyakit Minamata. Walau begitu, tanggal 13 November, di hari berikutnya, Tim Survei Penyakit Minamata/Keracunan Makanan dari Dewan Investigasi Makanan dan Sanitasi dibubarkan secara resmi oleh Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan. Sementara itu, Dr. Leonard T. Kurland (NIH USA) mengunjungi Minamata pada September 1958 dan memeriksa beberapa pasien. Ia mengambil beberapa contoh makanan dari laut, air laut dan lumpur untuk dibawa ke Amerika dan dianalisa. Ia menulis sebuah artikel pada sebuah surat kabarAsahi Shinbun dan Mainiji Shinbun tanggal 8 Desember 1959, yang memperkuat kesimpulan yang dibuat oleh Universitas Kumamoto bahwa substansi penyebab dari Penyakit Minamata adalah merkuri organik.  Sebelum ditemukan bahwa merkuri merupakan penyebab dari penyakit minamata, banyak teori yang muncul dari berbagai peneliti mengenai penyebab dari penyakit minamata ini. Adapun teori-teori tersebut antara lain:
 • Teori Mangan
September 1956, beredar sebuah isu di Minamata bahwa kemungkinan mangan merupakan penyebab utamanya. Sumber dari berita ini adalah Kelompok Peneliti Kumamoto. Mangan wajar dicurigai sebagai substansi penyebab, karena kelainan pada sistem ekstrapiramidal ditetapkan sebagai salah satu gejala klinis yang khas, ditambah lagi bila ada alterasi pada gangguan basalis. Mangan juga merupakan suatu kemungkinan yang logis karena kandungannya ditemukan pada air laut, air limbah, ikan, kerang, dan juga dalam organ-organ dalam penderita dalam jumlah besar. Secara resmi, mangan diumumkan sebagai penyebab yang dicurigai pada tanggal 4 November 1956, pada konferensi pertama yang diadakan Kelompok Peneliti Penyakit Minamata untuk melaporkan temuan mereka.
 • Teori Thallium
Pada Mei 1958, diperkenalkan sebuah teori baru, yang mengajukan thallium sebagai penyebab. Hal ini terjadi karena thallium ditemukan dalam jumlah besar (300 ppm) pada limbah dan pembuangan pabrik di Teluk Minamata. Thallium yang secara eksperimental sangat beracun, ditemukan terkandung dalam debu yang dihasilkan oleh Cottreli precipitator yang digunakan dalam produksi asam sulfur di pabrik.Namun setelah diadakan penelitian lebih lanjut ternyata gejala penyakit akibat thallium, cukup berbeda dengan penyakit Minamata. Sehingga teori thallium tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
 • Teori Selenium
Bulan April 1957, teori selenium sebagai penyebab utama diperkenalkan oleh Profesor Kitamura, mengingat sejumlah besar selenium ditemukan pada cairan limbah yang dibuang oleh pabrik di teluk minamata. Secara klinis, gangguan penglihatan dan ginjal akibat keracunan selenium terlihat lebih signifikan jika dibandingkan dengan penyakit Minamata. Namun, pada keracunan selenium, lesi pada sel korteks otak jarang ditemukan dan perwujudan klinisnya terbatas pada bergugurannya rambut dan memberatnya gejala-gejala umum. Dengan demikian, teori selenium akhirnya ditolak. Kecurigaan Pada Merkuri

III. Kerugian
Hingga 30 April 1997, jumlah penduduk Propinsi Kumamoto dan Kagoshima yang menyatakan diri sebagai korban Minamata disease berjumlah lebih dari 17.000 orang. Sebanyak 2264 diantaranya telah diakui oleh Pemerintah dan 1408 diantaranya telah meninggal sebelum 31 Oktober 2000. Penyakit Minamata terjadi akibat banyak mengkonsumsi ikan dan kerang dari Teluk Minamata yang tercemar metil merkuri. Penyakit Minamata bukanlah penyakit yang menular atau menurun secara genetis.  Pada tahun 1968 pemerintah Jepang menyatakan bahwa penyakit ini disebabkan oleh pencemaran pabrik Chisso Co., Ltd. Metil merkuri yang masuk ke tubuh manusia akan menyerang sistem saraf ppusat. Gejala awal antara lain kaki dan tangan menjadi gemetar dan lemah, kelelahan, telinga berdengung, kemampuan penglihatan melemah, kehilangan pendengaran, bicara cadel dan gerakan menjadi tidak terkendali. Beberapa penderita berat penyakit Minamata menjadi gila, tidak sadarkan diri dan meninggal setelah sebulan menderita penyakit ini. Penderita kronis penyakit ini mengalami gejala seperti sakit kepala, sering kelelahan, kehilangan indra perasa dan penciuman, dan menjadi pelupa. Meskipun gejala ini tidak terlihat jelas tetapi sangat mengganggu kehidupan sehari-hari. Selain itu yang lebih parah adalah penderita congenital yaitu bayi yang lahir cacat karena menyerap metil merkuri dalam rahim ibunya yang banyak mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi metil merkuri. Ibu yang mengandung tidak terserang penyakit Minamata karena metil merkuri yang masuk ke tubuh ibu akan terakumulasi dalam plasenta dan diserap oleh janin dalam kandungannya.
Panyakit Minamata tidak dapat diobati, sehingga perawatan bagi penderita hanya untuk mengurangi gejala dan terapi rehabilitasi fisik. Disamping dampak kerusakan fisik, penderita Minamata juga mengalami diskriminasi sosial dari masyarakat seperti dikucilkan, dilarang pergi tempat umum dan sukar mendapatkan pasangan hidup. Hingga April 30 April 1997, jumlah penduduk Propinsi Kumamoto dan Kagoshima yang menyatakan diri sebagai korban Minamata disease berjumlah lebih dari 17.000 orang. Sebanyak 2264 diantaranya telah diakui oleh Pemerintah dan 1408 diantaranya telah meninggal sebelum 31 Oktober 2000. Disamping itu 10.353 yang telah resmi dinyatakan sebagai penderita atau korban Minamata menerima ganti rugi sebagai kompensasi, sehingga jumlah penderita penyakit Minamata akibat keracunan merkuri dilaporkan sekitar 12.617 orang. Akan tetapi jumlah sesungguhnya masih belum diketahui secara pasti karena ada sebagian korban yang telah meninggal dunia sebelum dikeluarkannya pernyataan resmi oleh pemerintah dan terdapat pula sebagian korban yang enggan melapor karena malu. Penyakit ini tidak hanya terjadi di Minamata. Tahun 1965 penyakit Minamata menyerang warga yang tinggal di sepanjang Sungai Agano di Kota Niigata akibat pembuangan limbah merkuri oleh Showa Denko. Penyakit ini dikabarkan juga terjadi di China dan Kanada. Sungai dan danau di Amazon dan Tanzania juga tercemar merkuri dan menimbulkan masalah kesehatan yang mengkhawatirkan.
IV. Penyelesaian
Pada kasus minamata pemerintah jepang mengawasi dengan ketat tentang pembuangan limbah dari industri yang dapat berdampak mencemari lingkungan dan mahluk hidup yang ada disekitarnya serta menindak dengan tegas apabila ada industri yang nakal agar tidak terjadi bencana pada kasus minamata tersebut. Pada industri-industri yang menggunakan bahan baku air raksa dan merkuri sebisa mungkin mengganti bahan baku tersebut dengan bahan baku pengganti yang aman untuk kesehatan dan lingkungan hidup sekitaranya. Pemilihan bahan baku yang ramah lingkungan sangat diperlukan. Selain itu tata cara pembuangan limbah berbahaya harus dipatuhi.




                                             


KASUS PENCEMARAN AIR SUNGAI TAPUNG KIRI OLEH LIMBAH INDUSTRI KELAPA SAWIT PT. PEPUTRA MASTERINDO DI KABUPATEN KAMPAR RIAU – SUMATERA TENGAH   (TAHUN 1997 – 2006)
I.    Latar Belakang


Sungai adalah salah satu dari sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga pemanfaatan air di hulu akan menghilangkan peluang di hilir. Pencemaran dihulu sungai akan menimbulkan biaya social dihilir (extematily effect) dan pelestarian di hulu memberikan manfaat di hilir.
Sungai sangat bermanfaat bagi manusia, dan tidak kalah pentingnya bagi biota air. Disamping itu Sungai Tapun Kiri merupakan suatu media yang rentan terhadap pencemaran. Hal ini disebabkan karena daerah aliran Sungai Tapung Kiri merupakan tempat buangan akhir limbah cair, oleh sebab itu sangat rentan terhadap pencemaran dan mengakibat kualitas air sungai tidak sesuai dengan
peruntukannya. Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta mahkluk hidup lainnya. Untuk menjaga atau mencapai kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai dengan tingkat mutu air yang diinginkan, maka perlu upaya pelestarian dan
pengendalian. Pelestarian kualitas air merupakan upaya untuk memelihara fungsi air agar kualitasnya tetap pada kondisi alamiah. Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan upaya pengendalian pencemaran air, yaitu dengan upaya memelihara fungsi air sehingga kualitas air memenuhi baku mutu.
Selama ini limbah industri kelapa sawit dibuang ke sungai, untuk mengetahui pengaruh limbah industri kelapa sawit terhadap kualitas suatu air sungai, maka perlu diketahui parameter-parameter kualitas air yang dipengaruhi oleh limbah industri kelapa sawit. Untuk itu diperlukan suatu metoda yang dapat dengan mudah memberikan gambaran atau informasi dari status mutu suatu air sungai.
pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam. Sehingga kualitas lingkungan menjadi kurang atau tidak berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Limbah industri kelapa sawit adalah berupa limbah padat, gas, dan cair. Diantara jenis limbah tersebut yang sangat menjadi masalah adalah limbah cair, yang dapat mencemari sungai karena kandungan zat organiknya
tinggi serta tingkat keasaman rendah, sehingga limbah sebelum dibuang ke badan sungai harus dilakukan pengolahan terlebih dahulu.
Air dikatakan tercemar apabila air tersebut tidak dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya. Polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air yang keadaan normal akibat terkontaminasi oleh material atau partikel, dan bukan dari proses pemurnian. Air sungai dikatakan tercemar apabila badan air tersebut tidak sesuai lagi dengan peruntukannya dan tidak dapat lagi mendukung kehidupan
biota yang ada di dalamnya. Terjadinya suatu pencemaran di sungai umumnyadisebabkan oleh adanya masukan limbah ke badan sungai.
PT. Peputra Masterindo salah satu perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit, dimana pembuangan akhir dari limbah industry perusahaan tersebut adalah Sungai Tapung Kiri.
Untuk mengetahui pengaruh limbah industri kelapa sawit terhadap kualitas air sungai, maka perlu diketahui dari tiap-tiap parameter yang dipengaruhi oleh limbah industri kelapa sawit.

Dikabupaten Kampar Sungai Tapung Kiri yang airnya mengalir sepanjang tahun, sungai ini dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat petapahan yang berada di pinggiran sungai. Disamping itu, juga untuk kegiatan perkebunan kelapa sawit baik untuk proses pengolahan maupun tempat pembuangan limbah. Berdasarkan informasi dari masyarakat air Sungai Tapung Kiri sebelum ada kegiatan industri kelapa sawit air mengalir jernih, ikan masih banyak, dan masyarakat memanfaatkan air Sungai Tapung Kiri untuk air minum. Pada tahun 1997 berdasarkan dari informasi dari masyarakat mengatakan kondisi air Sungai Tapung Kiri telah terjadi pencemaran, dan masyarakat disekitar pinggiran sungai tidak lagi mengkonsumsi air Sungai Tapung Kiri untuk air minum dan juga masyarakat merasa gatal-gatal. Permasalahan lingkungan ini memerlukan penanganan yang
komprehensif dan sungguh-sungguh dari segenap stake holder dan segenap lapisan masyarakat yang didukung oleh political will dari pemerintah. Pencemaran yang terjadi pada daerah sungai terdapat dari berbagai sumber, salah satu sumber pencemaran terhadap sungai adalah limbah industry kelapa sawit, untuk itu dilakukuan suatu analisa dengan menggunakan metode Indeks Pencemaran untuk menentukan tingkat pencemaran sungai, sehinggga dapat suatu gambaran seberapa jauh pengaruhnya limbah industri kelapa sawit terhadap sungai. Untuk itu perlu adanya pengendalian tingkat pencemaran akibat limbah industri kelapa sawit. Penelitian tentang pencemaran Sungai Tapung Kiri oleh air limbah industri minyak kelapa sawit di Kabupaten Kampar propinsi Riau, berpedoman dengan dasar hukum Kep.51/Men.LH/10/1995 lamp B.I. Penelitian ini dilakukan daerah Sungai Tapung Kiri pada salah satu perusahaan yang masih membuang limbah kebadan sungai yaitu PT. Peputra Masterindo.

II.    Penyebab terjadinya pencemaran limbah industri  kelapa sawit


Pencemaran sungai dapat terjadi karena pengaruh kualitas air limbah yang melebihi baku mutu air limbah, di samping itu juga ditentukan oleb debit air limbah yang dihasilkan. Indikator pencemaran sungai selain secara fisik dan kimia juga dapat secara biologis, seperti kehidupan plankton. Organisme plnakton yang hidup diperairan terdiri atas fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton mempunyai bakteri, sedangkan zooplankton mempunyai karakteristik seperti hewan termasuk diantaranya adalah organisme yang tergolong protozoa, cladocerans, dan copepoda. Fitoplankton menghasilkan energi melalui proses potosintesis menggunakan bahan organik dengan bantuan sinar matahari, Zooplankton adalah konsumen pertama yang memperoleh energi dan makanan dari fitoplankton. Plankton merupakan salah satu indikator terhadap kualitas air akibat pencemaran.
Masukan tersebut sering disebut dengan istilah unsur pencemar, yang pada prakteknya masukan tersebut berupa buangan yang bersifat rutin, misalnya buangan limbah cair.
Selain itu juga terdapat bahan pencemaran air seperti logam berat. Air sering tercemar oleh berbagai komponen anorganik, diantarnya berbagai jenis logam berat yang berbahaya, yang beberapa di anatarnya banyak digunakan dalam berbagai keperluan sehingga diproduksi secara kontinyu dalam skala industri. Logam berat yang berbahay yang mencemari lingkunga, yang terutama dalah Merkuri (Hg). Timbal (Pb), Arsenik (As), Kadmium (Cd), Kromium (Cr), dan Nikel (Ni). Logam-logam berat diketahui dapat menggumpal di dalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama sebagai racun yang terakumulasi. Dua macam logam berat yang sering mengkontaminasi air adalah Merkuri dan Timbal. Aspek pelaku/penyebab dapat yang disebabkan oleh alam, atau oleh manusia. Pencemaran yang disebabkan oleh alam tidak dapat berimplikasi hukum, tetapi Pemerintah tetap harus menanggulangi pencemaran tersebut. Sedangkan aspek akibat dapat dilihat berdasarkan penurunan kualitas air sampai ke tingkat tertentu. Pengertian tingkat tertentu dalam definisi tersebut adalah tingkat kualitas air yang menjadi batas antara tingkat tak-cemar (tingkat kualitas air belum sampai batas) dan tingkat cemar (kualitas air yang telah sampai ke batas atau melewati batas). Ada standar baku mutu tertentu untuk peruntukan air. Sebagai contoh adalah pada UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 ayat 3 terkandung makna bahwa air minum yang dikonsumsi masyarakat, harus memenuhi persyaratan kualitas maupun kuantitas, yang persyaratan kualitas tettuang dalam Peraturan Mentri Kesehatan No. 146 tahun 1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air.
Kerugian yang di timbulkan
Tercemarnya badan air penerima yang umumnya sungai karena hamper setiap industri minyak kalapa sawit berlokasi didekat sungai. Limbah cair industry kelapa sawit bila dibiarkan tanpa diolah lebih lanjut akan terbentuk amonia, hal ini disebabkan bahan organik yang terkandung dalam limbah cair tersebut terurai dan membentuk amonia. Terbentuk amonia ini akan mempengaruhi kehidupan biota
air dan dapat menimbulkan bau busuk.

III. Dampak Yang Dapat di Hadirkan


1.Punahnya Spesies
Sebagaimana telah diuraikan, polutan berbahaya bagi biota air dandarat. Berbagai jenis hewan mengelami keracunan, kemudian mati.Berbagai spesies hewan memiliki kekebalan yang tidak sama. Ada yangpeka, ada pula yang tahan. Hewan muda, larva merupakan hewan yangpeka terhadap bahan pencemar. Ada hewan yang dapat beradaptasisehingga kebal terhadap bahan pencemar., adapula yang tidak. Meskipunhewan beradaptasi, harus diketahui bahwa tingkat adaptasi hewan adabatasnya. Bila batas tersebut terlampui, hewan tersebut akan mati.

2.Peledakan Hama
Penggunaan insektisida dapat pula mematikan predator. Karena predator punah, maka serangga hama yang hidupnya di sungai yang tercemar  akan berkembang tanpa kendali.

3.Gangguan Keseimbangan Lingkungan
Punahnya spasies tertentu dapat mengibah pola interaksi di dalamsuatu ekosistem. Rantai makanan, jaring-jaring makanan dan lairan energimenjadiberubah. Akibatnya, keseimbangan lingkngan terganggu. Daurmateri dan daur biogeokimia menjadi terganggu.
4.Kesuburan Tanah Berkurang
Penggunaan insektisida mematikan fauna tanah. Hal ini dapatmenurunkan kesuburan tanah. Penggunaan pupuk terus menerus dapatmenyebabkan tanah menjadi asam. Hal ini juga dapat menurunkankesuburan tanah. Demikian juga dengan terjadinya hujan asam.

5.Keracunan dan Penyakit
Orang yang mengkonsumsi sayur, ikan, dan bahan makanantercemar dapat mengalami keracunan. ada yang meninggal dunia, ada yangmengalami kerusakan hati, ginjal, menderita kanker, kerusakan susunansaraf, dan bahkan ada yang menyebabkan cacat pada keturunan-keturunannya.

IV. Usaha – usaha Pencegahannya


Salah satu bentuk teknik pengcegahan dan pengeporasian limbah pabrik kelapa sawit ialah dengan melakukan bio degradasi terhadap komponen organic menjadi senyawa organik sederhana dalam kondisi anaerob sehingga baku mutu limbah cair dapat disesuaikan dengan daya dukung lingkungan.
Dengan demikian aspek pengcegahan secara optimal dapat :
1. Mengurangi dampak negatif atau tingkat pencemaran yang ditimbulkan
dapat dikendalikan.
2. Tercapainya standar/baku mutu limbah cair pabrik kelapa sawit yang dapat
disesuaikan dengan daya dukung lingkungan, terutama terhadap media air.

Selain itu usaha pencegahan lainnya, selain upaya pencegahan di atas terkait kasus Pencemran Limbah Industri Kelapa Sawit Di Kab Kampar Riau – Sumatra Tengah meliputi :
1.Menempatkan daerah industri atau pabrik jauh dari daerah perumahanatau pemukiman penduduk.
2.Pembuangan limbah industri diatur sehingga tidak mencemari lingkunganatau ekosistem.
3.Pengawasan terhadap penggunaan jenis-jenis pestisida dan zat kimia lainyang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan khususnya limbah industri.
4.Memperluas gerakan penghijauan.
5.Tindakan tegas terhadap pelaku pencemaran lingkungan.
6.Memberikan kesadaran terhadap masyarakat tentang arti lingkungan hidupsehingga manusia lebih mencintai lingkungan hidupnya.

V. Penyelesaiann Kasus
Untuk Masalah Penyelesaian Kasus di maksud, sampai saat ini baik dari Warga yang menjadi korban Limbah perusahaan terkait maupun dari Pemerintah Daerah setempat bersama – sama  dengan Pihak Perusahaan tersebut dimana Perusahaan di maksudkan sini adalah  PT. PEPUTRA MASTERINDO Tbk, yang sejauh ini Kasusnya  masih dalam Proses penyidikan dari Pihak berwenang untuk menemukan titik terang dari akar  permasalahan sejauh ini.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar